Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mustafa Ataturk Vs Boris Yeltsin: Pemimpin yang Lahir di Akhir Rezim Ottoman dan Soviet

Mustafa Kemal Ataturk adalah seorang pejabat militer yang kemudian mendirikan Republik Turki

Editor: Lodie_Tombeg
Kompas.com
Mustafa Kemal Ataturk 

 
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mustafa Kemal Ataturk adalah seorang pejabat militer yang kemudian mendirikan Republik Turki yang merdeka dari sisa-sisa keruntuhan Kekaisaran Ottoman.

Dia juga menjabat sebagai presiden pertama Turki dari sejak berdirinya negara tersebut pada 1923 hingga kematiannya pada 1938.

Di bawah kepemimpinannya, sekulerisme dan kebudayaan barat berkembang pesat, menggantikan hukum-hukum Islam yang berubah menjadi undang-undang bergaya Eropa.

Meski Turki adalah negara yang demokratis, Mustafa dinilai kerap menjalankan kepemimpinannya secara otoriter.

 
Awal Kehidupan dan Karier Militer

Terlahir dengan nama Mustafa, pada tahun 1881 di kota Salonica, yang saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman, namun kini dikenal dengan Thessaloniki, Yunani.

Mustafa berasal dari keluarga kelas menengah. Ayahnya adalah pejabat biasa, namun kemudian beralih menjadi pedagang kayu.

Mustafa kecil dikirim orangtuanya ke sekolah militer saat berusia 12 tahun hingga akhirnya lulus dari perguruan tinggi di Istanbul pada 1905.

Mustafa mendapat nama Kemal yang berarti kesempurnaan dari salah seorang pengajarnya karena dianggap cerdas.

Setelah lulus, Mustafa bergabung dengan militer kekaisaran dan ditempatkan di Suriah, serta Palestina. Namun kemudian mendapatkan penugasan dan kembali ke kampung halamannya, Salonica.

Semasa hidupnya, Mustafa terlibat dalam sejumlah peperangan, seperti perang melawan Italia di Libya (1911-1912) dan Perang Dunia I (1914-1918).

Pada 1915, Mustafa berperan besar dalam membantu menghentikan Inggris dan Perancis menguasai Istanbul. Dia pun dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal.

Pada Oktober 1918, Kekaisaran Ottoman menyerah kepada Sekutu. Namun Mustafa memilih untuk mempertahankan wilayahnya yang lebih kurang sama dengan yang dikuasai oleh Turki saat ini.

Ketika pasukan Sekutu menduduki wilayah Ottoman, kaum revolusioner Turki menunjukkan perlawanan yang kemudian berkembang menjadi perang kemerdekaan Turki.

Pada 1921, Kekaisaran Ottoman resmi dihapuskan dan pada 1923 Turki menjadi republik sekuler dengan Mustofa Kemal sebagai presiden.

Sebagai presiden, Mustafa Kemal memulai program revolusioner di bidang sosial dan reformasi politik untuk memodernisasi Turki, termasuk emansipasi untuk perempuan dan penghapusan institusi Islam, serta pengenalan hukum dan budaya barat.

Pada tahun 1935, Mustafa Kemal mendapat nama Ataturk di belakang namanya yang berarti "Bapak negara Turki".

Akhir Kehidupan

Mustafa Kemal meninggal dunia pada 10 November 1938 di usia 57 tahun yang disebabkan kelelahan serta komplikasi dari penyakit sirosis hati yang dideritanya sejak lama.

Meski telah meninggal dunia, penerusnya Ismet Inonu semakin memperkuat sosok Ataturk dengan gambar dan nama dirinya terpampang di hampir bangunan publik di Turki.

 
Nama Ataturk juga diabadikan ke dalam bangunan penting di seluruh Turki, seperti bandara internasional Ataturk di Istanbul, jembatan, bendungan serta stadion Ataturk.

Boris Yeltsin
Boris Yeltsin (Kompas.com)

Boris Yeltsin, Presiden Terpilih Pertama Rusia

Perjalanan karier politiknya sempat terpuruk, namun hal itu tetap tak menghalangi Boris Yeltsin untuk meraih ambisinya hingga terpilih menjadi pemimpin negara Rusia.

Yeltsin bahkan sampai dua kali memenangkan pemilu presiden sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada 1999 setelah didesak dan diancam dengan tuduhan terlibat dalam perpecahan Uni Soviet.

Awal Kehidupan dan Karier Politik

Boris Nikolayevich Yeltsin lahir pada 1 Februari 1931 di desa Butka, sebuah desa kecil yang terletak di wilayah pegunungan Ural, Rusia. Dia lahir di keluarga biasa.

 
Kakeknya dipaksa bekerja di bidang pertanian dalam rangka kolektivisasi yang dijalankan pemerintahan diktator Soviet, Joseph Stalin. Sedangkan sang ayah sempat ditangkap selama masa pembersihan di era Stalin.

Di usia enam tahun, Yeltsin bersama keluarganya pindah ke kota industri di Berezniki, tempat sang ayah yang merupakan mantan tahanan Gulag mendapat pekerjaan sebagai buruh.

Sejak muda, Boris Yeltsin sudah menunjukkan jiwa pemberontak. Dia bahkan sampai kehilangan dua buah jari tangannya akibat bermain granat.

Selepas masa sekolah, Yeltsin melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut Politeknik Ural yang ada di kota Sverdlovsk (sekarang Yekaterinburg) dan mengambil jurusan teknik sipil.

Di bangku kuliah itu pula Yeltsin bertemu calon istrinya Naina Iosifovna Girina yang kemudian akan dinikahinya dan memiliki dua anak perempuan dari pernikahan mereka.

Selepas lulus dari bangku perkuliahan, Yeltsin bekerja di perusahaan konstruksi. Dan ketika berusia 30 tahun, dia mulai melangkahkan kakinya ke dunia politik dengan menjadi anggota Partai Komunis.

Karier politiknya berjalan lancar dan terus menanjak, hingga pada 1976 Yeltsin ditunjuk menjadi sekretaris utama (setara dengan gubernur) di kota Sverdlovsk.

Pada 1985, pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev memanggilnya ke Moskwa untuk menjadi ketua partai. Setahun berselang, Gorbachev memilihnya untuk menjadi anggota Politburo, komite pembuat kebijakan utama Partai Komunis.

Menjabat sebagai sekretaris utama Partai Komunis Moskwa, Yeltsin membuktikan dirinya sebagai seorang reformis yang cakap.

Namun kemudian dia berseberangan dengan Gorbachev dan mulai menyerangnya dengan kritikan-kritikan, menyebut pemimpin Soviet itu terlalu lamban dalam menerapkan reformasi.

Akibatnya, dua tahun berselang Yeltsin diminta mundur dari dua jabatannya sebagai ketua partai Moskwa pada 1987 maupun di Politburo pada 1988.

Terpilih Menjadi Presiden Rusia

Meski posisinya di Partai Komunis mengalami kemunduran, hal itu tidak menyurutkan ambisi politiknya.

Bahkan secara mengejutkan Yeltsin berhasil kembali meraih dukungan publik saat memenangkan pemilihan ke parlemen Soviet yang baru dibentuk dengan perolehan hampir 90 persen suara pada 1989.

Setahun kemudian, tepatnya pada 29 Mei 1990, parlemen Rusia memilihnya sebagai Presiden Rusia, berlawanan dengan kehendak Gorbachev. Ketika itu, Rusia masih menjadi bagian dari Uni Soviet.

 
Dalam peran barunya sebagai Presiden Republik Rusia, Yeltsin secara terbuka mendukung hak otonomi yang lebih besar dalam Uni Soviet.

Juli 1990, Yeltsin memutuskan mundur dari Partai Komunis dan setahun kemudian menggelar pemilihan presiden Republik Rusia secara langsung dan populer yang kembali dimenangkannya secara telak dengan meraih 59 persen suara. Sementara pesaing terdekatnya, Nikolai Ryzhkov, yang didukung Gorbachev, hanya mendapat 18 persen suara.

Pada masa itu, Uni Soviet sedang diguncang kudeta oleh komunis garis keras yang ingin melengserkan Gorbachev. Meski Yeltsin saat itu adalah rival Gorbachev, namun dia mengecam upaya kudeta.

Kudeta yang dilancarkan pejabat konservatif Soviet berakhir hanya dalam tiga hari dan setelahnya nama Yeltsin semakin diakui sebagai tokoh politik Rusia paling kuat saat itu.

Namun demikian tekanan untuk mundurnya Gorbachev dari presiden Uni Soviet masih terjadi. Hingga pada 25 Desember 1991, Uni Soviet runtuh dengan mundurnya Gorbachev.

Pemerintah Rusia yang dipimpin Yeltsin kemudian mengambil alih tanggung jawab untuk pertahanan, urusan luar negeri dan keuangan. Yeltsin mengandeng presiden Ukraina dan Belarusia untuk mendirikan Persemakmuran Negara-negara Independen.

Dengan runtuhnya Uni Soviet dan Rusia menjadi negara yang merdeka, Presiden Yeltsin berupaya membangun ekonomi negara yang teruncang.

Awal 1992, Yeltsin memutuskan menghentikan subsidi dan mendorong terjadinya pasar bebas. Situasi itu membuatnya mendapat tentangan dari Kongres Wakil Rakyat.

Presiden Yeltsin dengan kongres semakin berseberangan dengan adanya isu kekuasaan dalam konstitusi baru yang disusun menggantikan era Uni Soviet.

Pada 21 September 1993, Yeltsin secara inkonstitusional memutuskan membentuk ulang kongres dengan pemilihan parlemen baru.

Akibat keputusannya, pemerintahan Yeltsin sempat mengalami upaya kudeta namun berhasil digagalkan oleh militer yang setia pada pemerintah.

Selain konflik di dalam negeri, Rusia juga menghadapi pemberontakan dari Republik Chechnya yang ingin memisahkan diri. Yeltsin pun menggunakan kekuatan militer untuk meredam pemberontakan tersebut pada 1994.

Berbagai masalah yang muncul mulai dari kegagalan reformasi pasar bebas dan pemberontakan Chenchnya membuat popularitas Yeltsin semakin menurun.

 
Walau demikian, dia masih kembali memenangkan pemilihan presiden yang dilangsungkan pada tahun 1996. Di usainya yang ke-65 tahun, kesehatan Yeltsin mulai menurun. Dia bahkan sempat mendapat serangan jantung.

Di awal masa jabatan presidennya yang kedua, Presiden Yeltsin menandatangani kesepakatan damai dengan Chenchnya pada 1997, meski ketegangan masih terjadi.

Masalah konflik politik juga masih terjadi hingga pada puncaknya parlemen negara mulai mendakwanya dengan keterlibatan yang mendorong pecahnya Uni Soviet, selain juga sejumlah tuduhan lainnya.

Pengunduran Diri dan Akhir Kehidupan

Di penghujung tahun 1999, Boris Yeltsin mengeluarkan pengumuman pengunduran dirinya dan menyerahkan jabatan presiden kepada perdana menterinya saat itu, Vladimir Putin, dengan syarat diberikan kekebalan dari penuntutan di masa depan.

Syarat tersebut dipenuhi dan jabatan Presiden Rusia pun beralih pada Putin, sementara Boris Yeltsin yang telah mendapat imunitas memilih pensiun dan hidup tenang jauh dari publik bersama keluarganya.

 
Boris Yeltsin diberitakan meninggal dunia di usia 76 tahun pada 23 April 2007 di Moskwa, Rusia. Dia pun diingat sebagai sosok yang berkonstribusi besar dalam pembubaran Uni Soviet dan pembentukan Rusia pasca-komunis. *

Artikel ini telah dimuat di kompas.com dengan judul: Mustafa Kemal Ataturk, Pendiri Republik Turki

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved