Prabowo Merinding Lihat Massa Buruh: Teken Kontrak Politik di Senayan
Peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2018, di Istora Senayan, Jakarta, berubah menjadi ajang politik menjelang Pilpres.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2018, di Istora Senayan, Jakarta, berubah menjadi ajang politik menjelang Pemilihan Presiden 2019. Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang bakal maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, mengaku merinding melihat ribuan massa buruh yang hadir.
Para buruh yang hadir menyatakan dukungan kepada Prabowo untuk maju dalam Pilpres 2019. "Tadi Pak Prabowo bilang kepada saya, merinding saat datang ke sini," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menirukan ucapan Prabowo kepada dirinya.
Menurut Said Iqbal, Prabowo merasa arwah ayah, Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, hadir di tempat itu. "Beliau meminta saya untuk memimpin negeri ini. Untuk meluruskan jalan yang bengkok dan tak lurus lagi," tambah Iqbal mengutip Prabowo.
Dalam orasinya, Prabowo Subianto mengaku siap memperjuangkan tuntutan buruh. Prabowo juga membandingkan pemerintah Indonesia dengan Thailand.
"Saya lihat di negara tetangga, bukan hanya transportasi murah. Di Thailand, transportasi bagi rakyat miskin tidak bayar. Kalau mereka bisa membela rakyatnya mengapa kita tidak mampu," kata Prabowo.
Ia mengaku tidak ragu menandatangani kontrak politik yang disodorkan buruh.
"Hari ini saya mendapat kekuatan luar biasa. Saya tidak ragu dan gentar, kalau mandat kita rebut, kekayaan Indonesia akan kembali ke rakyat. Saya tidak ragu tanda tangan 10 tuntutan kalian karena saya yakin kita bisa melakukannya," ujar mantan Pangkostrad itu.
Dalam kesempatan itu Said Iqbal meminta Prabowo menandatangani kontrak politik sebagai syarat dukungan sebagai calon presiden. "Akhirnya hari ini saya menandatangani ini di depan Anda sekalian sebagai calon presiden dan pemimpin kalian," kata Prabowo.

Menurut Prabowo, isi tuntutan itu merupakan sesuatu yang sedang diperjuangkannya, satu di antaranya membela golongan lemah dan miskin. "Saya pelajari, 10 tuntutan itu bagian dari perjuangan saya sebagai pimpinan gerakan yang membela golongan lemah, miskin, dan tertindas," jelas dia.
Sepuluh tuntutan yang disingkat sepultura tersebut antara lain upah layak bagi buruh, buruh kasar dari luar negeri tidak boleh bekerja di Indonesia, tenaga dan guru honorer diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS), perumahan murah, dan transportasi murah.
Prabowo hadir mengenakan kemeja dan celana panjang krem. Tidak ketinggalan ia juga mengenakan syal merah yang merupakan atribut dari massa buruh.
Adapun elemen buruh yang hadir di antaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Serikat Pekerja Nasional (SPN), dan Federasi Sertikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Dalam acara itu para buruh meneriakkan jargon, "2019 Ganti Presiden," yang selama ini dipopulerkan oleh kelompok oposisi pemerintah. "Kalau saya sebut 2019, jawabnya apa? Ganti Presiden," sebut pembawa acara di atas panggung. "2019. Ganti Presiden!" pekik para buruh menjawab.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, hadir mendampingi Prabowo Subianto. Dalam orasinya, Fadli Zon mengatakan pemerintah Joko Widodo ( Jokowi ) melonggarkan kebijakan sehingga Indonesia disebur tenaga kerja asing (TKA).
Menurutnya, bukan hanya TKA, pemerintah juga berencana mendatangkan dosen dan Direktur Utama BUMN dari luar negeri. "Ketika masyarakat membutuhkan lapangan kerja mengapa pemerintah mengeluarkan Perpres 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing, jadi ketika ada pekerjaan untuk buruh kita. Pemerintah juga akan membawa dosen asing, Dirut BUMN dari luar negeri, seolah olah tidak ada orang kita yang mampu," kata Fadli dari atas balkon Istora.

Di tempat terpidah, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais ikut ikut berorasi bersama buruh yang berunjukrasa di depan Gedung DPR/MPR.