May Day - Kisah Perjalanan Panjang Perjuangan Kaum Buruh Indonesia
Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati Hari Buruh atau May Day pada tanggal 1 Mei ini.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati Hari Buruh atau May Day pada tanggal 1 Mei ini.
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi.
Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis.
Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti.
Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum".
Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.
2006
Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.
Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara atau Istana Kepresidenan.
Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh.
Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh.
