Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Begini Pandangan Pakar Tentang Deklarasi Panmunjom, Sebuah Langkah Awal Denuklirisasi

Mengejutkan tapi melegakan kalau tidak membahagiakan, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un sepakat meneken Deklarasi Panmunjom.

Editor: Fernando_Lumowa
TribunStyle.com/Kolase
Moon Jae In dan Kim Jong Un 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Mengejutkan tapi melegakan kalau tidak membahagiakan, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un sepakat meneken Deklarasi Panmunjom. Salah satu isinya menegaskan niat perlucutan senjata nuklir Pyongyang, atau denuklirisasi Semenanjung Korea.

Meski begitu, kalangan pengamat meminta agar reaksi optimisme atas Deklarasi Panmunjom tidak perlu berlebihan. Hal ini mengingat masih ada proses panjang sebelum sebuah Semenanjung Korea yang bebas nuklir terwujud.

Adapun reaksi berbagai kalangan terhadap pertemuan bersejarah antar-Korea sangat beragam. Ada yang optimistis, namun tak kurang pula yang pesimistis, meragukan niat pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, terutama untuk melucuti senjata nuklirnya.

Meski begitu, sebagian besar menyambut baik terobosan bersejarah dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di Rumah Perdamaian, Desa Gencatan Senjata, Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4).

Kalangan pengamat menilai niat baik yang tertuang dalam Deklarasi Panmunjum harus segera ditindaklanjuti agar momentumnya tidak hilang. Adriana Elizabeth, pakar politik internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai pertemuan bersejarah antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in adalah sebuah langkah awal yang harus segera dilanjutkan, termasuk masalah denuklirisasi.

Mengingatkan bahwa pada pengalaman sebelumnya, Korea Utara kerap tidak patuh pada perjanjian yang disepakati, Adriana tetap merasa adanya kemajuan dalam pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in kali ini.

"Saya pikir ini prosesnya akan cukup panjang. Tetap harus ada insentif kalau ikut proses ini, supaya Korut betul-betul mau menghentikan tes nuklirnya, kecuali untuk tujuan damai," kata Adriana, Jumat (27/4).

Peneliti LIPI yang baru saja kembali dari Seoul, Korea Selatan itu mengungkapkan selama di Ibu Kota Korea Selatan itu, dia menangkap persepsi berbagai kalangan masih terbelah. Ada yang optimistis, banyak juga yang meragukan bahwa pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in itu bakal lebih bagus dari pertemuan sebelumnya.

Korea Utara dan Korea Selatan pernah dua kali menggelar Konferenti Tingkat Tinggi (KTT) Inter-Korea pada 2000 dan 2007. Keduanya kandas. Banyak di antara kesepakatan yang akhirnya tidak dipatuhi oleh Korea Utara.

Pertemuan Kim-Moon adalah KTT Inter-Korea ketiga. Baru kali ini ada kesepakatan soal denuklirisasi, termasuk rencana mengakhiri Perang Korea dengan sebuah kesepakatan perdamaian.

"Bagi saya ini adalah sebuah capaian awal, dari poin yang disepakati banyak hal yang bisa dilakukan. Misalnya saja soal reuni keluarga. Itu bisa langsung dimulai. Juga kerja sama di perbatasan, bisa langsung ditindaklanjut. Hal ini penting agar momentum tidak hilang," kata Adriana.

Yang terpenting juga adalah menjaga kepercayaan yang telah terbangun. "Trust building kali ini baru awal, harus terus ditindaklanjuti," tambah dia sambil mengingatkan perlunya dukungan kemanusiaan bagi Korut.

Senada dengan Adriana, Arif Susanto, analis politik dari Exposit Strategic menyatakan Deklarasi Panmunjom sebagai suatu langkah kemajuan dalam hubungan kedua Korea.

"Deklarasi Panmunjom, bagaimana pun, merupakan suatu langkah progresif dalam relasi dua Korea yang terus mengalami pasang-surut sejak usai Perang Korea 1953. Hal ini tidak lepas dari pilihan kebijakan Presiden Moon Jae-In, yang sejak awal menjanjikan suatu pendekatan persuasif berhadapan dengan Korea Utara. Pada sisi lain, tawaran tersebut mendapat sambutan positif dari Kim Jong-Un," kata Arif.

Menurutnya, deklarasi tersebut juga mengekspresikan kehendak kuat untuk menyelesaikan tegangan di antara dua Korea secara mandiri. Bahkan setelah Perang Dingin berakhir, kedua Korea terus menerus berada di bawah pengaruh Amerika Serikat maupun China dalam mengembangkan pola hubungan politik.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved