Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Jenderal Benny Moerdani Bagi Sembako di Minut

Suatu pagi di pertengahan November 1980, warga Desa Ponto, Kecamatan Wori, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, sedang menanti seorang tamu spesial.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUN MANADO/ARTHUR ROMPIS
Tugu bersejarah pendaratan RPKAD di Kecamatan Wori, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, WORI - Suatu pagi di pertengahan November 1980, warga Desa Ponto, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, sedang menanti seorang tamu spesial.

Warga tumpah ruah di sekitar lapangan di tengah desa.

Lapangan itu bersolek.

Sekelilingnya dipasang umbul-umbul.

Bagian tengahnya diberi karpet warna kuning.

Ratusan tentara siaga di sana serta di setiap lorong desa kecil itu.

Sebuah kapal perang tertambat di lautan di utara desa sejak beberapa hari sebelumnya.

Sejak beberapa hari sebelumnya pula, helikopter sudah mondar-mandir di angkasa desa itu.

Bahkan, beberapa warga nekat memanjat kelapa demi melihat helikopter tersebut lebih dekat.

Jelang jam sembilan pagi, sebuah helikopter tampak.

Warga bersorak-sorak melihat helikopter yang katanya membawa tamu itu.

Namun helikopter itu tak mendarat.

Sang tamu tak jadi datang.

Sang tamu yang dinanti bukan orang sembarangan.

Dia adalah Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani atau disapa Benny Moerdani.

Kala itu Moerdani adalah orang kuat.

Ia dikenal sebagai tangan kanan Presiden Soeharto.

Karir Moerdani waktu itu sedang berada di puncak.

Ia segera menduduki jabatan Panglima ABRI yang kala itu sangat prestisius.

Dia sudah banyak berjasa bagi negara.

Salah satu jasanya adalah turut menumpas pemberontakan Permesta di Sulut.

Kedatangan Moerdani kala itu untuk mengenang peristiwa mendaratnya pasukan RPKAD di Desa Ponto untuk menumpas Permesta.

Dari Desa itu, Moerdani menyusun kekuatan untuk merebut Bandara Sam Ratulangi yang kala itu dipertahankan oleh senjata canggih pasokan luar negeri.

"Waktu itu pak Moerdani tak jadi datang, katanya angin keras dan cuaca buruk," kata Sifrid Bawone, tokoh masyarakat memerincikan kisah kala itu kepada Tribunmanado.co.id, Jumat (6/4/2018).

Namun, lanjut dia, Moerdani ternyata tak lupa Desa Ponto.

Esoknya, ia mengirim bingkisan untuk warga serta sembako.

"Katanya, ia punya kenangan indah dengan desa ini. Dia kirim kain, cita, pakaian serta beras. Bupati Lelemboto yang mewakilinya kala itu meminta warga menjaga tugu bersejarah pendaratan RPKAD di desa itu," ujar dia.

Sebut dia, tugu pendaratan itu berada di jalan tengah desa.

Tugu didirikan bareng oleh prajurit RPKAD serta warga Desa.

"Tugu ini jadi kebanggaan warga, ternyata pasukan terbaik dunia dan jenderal besar pernah berada di sini," kata dia. (Tribunmanado.co.id/Arthur Rompis)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved