Terkait Pidato Prabowo Indonesia Bubar 2030, Gatot Nurmantyo: Malah Bisa Lebih Cepat Bubarnya
Jika tidak bisa belajar dari kasus 1998, Gatot mengkhawatirkan Indonesia akan senasib dengan Afghanistan sebelum akhirnya bubar.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kalimat Indonesia akan bubar di tahun 2030 sedang viral meski prediksi dalam Novel Ghost Fleet itu menyakitkan dan menakutkan.
Tentu masyarakat Indonesia ingin Indonesia tetap berjaya di tahun itu dan selanjutnya.
Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI mengajak semua pihak merenungkan pernyataan Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra terkait 'Indonesia bubar 2030'.
Menurut Gatot, di tahun politik, pernyataan tokoh politik seperti Prabowo bisa dipersepsikan menjadi negatif atau positif.
Jika dilihat dari sisi positif, pernyataan mantan Danjen Kopassus itu bisa diartikan sebagai peringatan serius yang harus dipikirkan solusinya.
"Soal ancaman Indonesia bubar 2030 malah bisa lebih cepat, tapi ada apabilanya," kata Gatot saat berkunjung ke redaksi CNN Indonesia, Kamis (22/3).
Menurut Gatot, prediksi yang diambil dari sebuah novel Ghost Fleet itu bisa lebih cepat apabila kepastian hukum makin lemah, krisis ekonomi dan sosial makin mengancam, kesenjangan makin terbuka, sumber daya alam banyak dikuasai asing, dan lemahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Baca: TERUNGKAP! Sosok ini Bocorkan Isi Pertemuan Gatot Nurmantyo dengan Prabowo
Gatot melihat hal itu dalam konteks pertahanan dan keamanan negara.
"Jadi mari kita tanggapi dengan positif. Ini peringatan buat anak bangsa. Kita harus bisa bersatu dan semakin kuat," kata Gatot.
Gatot bercerita Indonesia sebetulnya sudah diprediksi bakal bubar jika tidak bisa bertahan di krisis moneter tahun 1998.
Namun saat itu, bangsa Indonesia bisa sadar dan bersatu untuk mengatasi masalah yang terjadi di ujung rezim orde baru itu.
Jika tidak bisa belajar dari kasus 1998, Gatot mengkhawatirkan Indonesia akan senasib dengan Afghanistan sebelum akhirnya bubar.
Menurut dia, Afghanistan terancam bubar karena berhasil disusupi oleh gerakan radikal yang kemudian menjadi alasan Amerika Serikat untuk bersikap sebagai pahlawan.
Namun kenyatannya, AS tidak kunjung keluar dari Afghanistan hingga kini.