Liburan ke Luar Negeri Jadi Modus TKI Ilegal, Singapura dan Hong Kong Tujuan
Pada tahun ini, kantor imigrasi telah menunda penerbitan paspor untuk 11 orang.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kantor Imigrasi (Kanim) Manado berhati-hati dalam menerbitkan paspor. Awal 2018 ini, ada belasan paspor yang ditunda penerbitannya.
Dodi Karnida, Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara, mengungkapkan alasannya.
“Kami menunda penerbitan paspor dengan tujuan wisata atau kunjungan keluarga tetapi pada kenyataannya mau bekerja di luar prosedur yang sudah ditentukan.”
Demikian Dodi katakan kepada tribunmanado.co.id, Minggu (11/3/2018).
Sepanjang 2017, Kanim Manado telah menerbitkan 13.545 paspor. Adapun permohonan yang ditunda sebanyak empat.
Pada tahun ini, kantor imigrasi telah menunda penerbitan paspor untuk 11 orang.
Mayoritas dari mereka diduga akan bekerja di perusahaan kayu dan perkebunan kelapa sawit di Papua Niugini secara nonprosedural.
Para pemohon paspor itu tak bisa menunjukkan perjanjian kerja.
“Mereka juga tak memiliki rekomendasi dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Manado,” Dodi menambahkan.
Tak hanya di Manado, di Kanim Kotamobagu dan Bitung pun demikian.
Di Kanim Kotamobagu, sepanjang 2017 dan awal 2018, ada lima warga negara Indonesia yang ditolak sementara permintaan paspor.
Mereka dicurigai akan menjadi TKI nonprosedural.
Di Kanim Bitung, ada tiga pemohon paspor yang ditanggungkan penerbitannya.
Sementara di Kanim Tahun, belum ada warga yang ditangguhkan permohonan paspor.
“Pemohon paspor yang diduga TKI nonprosedural di Manado dan Bitung, semuanya laki-laki, sedangkan di Kanim Kotamobagu semuanya perempuan.
"Mereka diduga akan bekerja di Malaysia, Singapura, dan Hongkong,” kata Dodi.
Pihaknya sebenarnya bisa saja menerbitkan paspor, namun para pemohon tersebut harus mengurus persyaratan terlebih dahulu ke BP3TKI.
“Tetapi ternyata mereka sampai saat ini tidak ada yang kembali ke Kanim,” pungkas Dodi.
Perlindungan TKI
Dodi mengatakan, pengetatan pemberian paspor bagi WNI yang akan bekerja di luar negeri bukan untuk membebani para calon TKI.
Direktur Jenderal Imigrasi telah mengeluarkan surat Nomor IMI.2-GR.01.01-0331 tanggal 24 Februari 2017.
Peraturan itu perihal Pencegahan TKI Non Prosedural Dalam Proses Penerbitan Paspor dan Pemberian Izin Keluar di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Tujuan pengetatan ini untuk TKI ini untuk memberikan perlindungan yang penuh atas hak-hak WNI yang sedang bekerja di luar negeri.
Mereka terjamin dengan pasti besaran upahnya, perlindungan kesehatan serta keselamatan kerja, asuransi dan lain-lain.
“Kami dapati sudah banyak kasus, mereka para TKI yang bekerja nonprosedural kemudian menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
"Itu sangat menyulitkan pemerintah dalam penyelesaiannya,” kata dia.
Keimigrasian pun bisa terkena dampak bila menerbitkan paspor yang tak memenuhi syarat.
Hal ini berkaitan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau PMI yang diundangkan tanggal 22 November 2017.
“Bagi jajaran kami di Keimigrasian, hal yang perlu mendapat perhatian secara hati-hati dari undang-undang dimaksud antara lain adalah aturan Pasal 84.
Ancaman bagi pejabat dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah,” kata Dodi. (nielton durado)