Kami Ini Anak Patuh
Lokasi yang akan direklamasi adalah tempat tambatan perahu nelayan, merupakan satu-satunya pesisir pantai yang tersisa di teluk kota Manado.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabar tentang rencana reklamasi di kawasan Manado utara telah sampai ke telinga para nelayan.
Mereka berharap reklamasi tersebut tak mematikan penghidupan mereka.
Daerah pesisir Manado utara merupakan tempat bermukim para nelayan. Mayoritas penduduk mengandalkan laut untuk hidup.
Lokasi yang akan direklamasi adalah tempat tambatan perahu nelayan, merupakan satu-satunya pesisir pantai yang tersisa di teluk kota Manado.
Rabu (7/3/2018) siang, Thomas Tumeno sedang santai di tepi laut ketika tribunmanado.co.id menemuinya di Sindulang II, Kawasan Boulevard II.
Ia sedang berkumpul bersama lima orang rekannya di bawah teduhnya pohon ketapang.
Siang itu laut begitu tenang, Thomas baru saja selesai melaut. Sambil bercakap, ia menanti hasil tangkapannya siang itu dibeli pelanggan
"Kami ini kelompok nelayan pasar sore Sindulang, saya ketuanya," ujar Thomas memperkenalkan diri.
Pasar sore dimaksud Thomas, yakni pasar ikan yang jualan sore hari. Menempati sebuah gang pemukiman kampung nelayan.
Kabar reklamasi pantai Manado Utara pun sudah lama hinggap di telinga nelayan.
"Sudah dengar pantai mau direklamasi, waktu lalu sudah dicantumkan di spanduk waktu acara di sini (Boulevard II)," ujar Thomas.
Prinsip dia tak berniat melawan program pemerintah, tapi dia hanya berpikir nasibnya dan rekan-rekannya jika kawasan tersebut ditimbun.
"Kami tidak larang program pemerintah, tapi kami juga menuntut hak sebagai nelayan yang sudah puluhan tahun hidup dari laut, mau dikemanakan nanti kami nelayan."
Demikian pria yang sudah bekerja sebagai nelayan 40 tahun lamanya ini berujar.
Kota Manado berkembang sepeti apapun, kaum nelayan tetap sebagai nelayan. Ia mengaku sudah sulit mengubah pekerjaan, apalagi di usianya yang tak lagi muda ini
"Saya dari kecil tidak sekolah cuma di laut, mau dipindah ke gunung pun kami tetap hanya bisa melaut," ujar pria berusia 60 tahun ini.
Kalau pun pemerintah sudah tak bisa mengubah pendirian untuk mereklamasi pantai, Thomas menuntut yang penting nasib nelayan di perhatikan.
"Kami menyetujui (reklamasi) dengan syarat," kata dia.
Satu syaratnya yakni harus ada tambatan perahu di pesisir pantai agar nelayan tetap bisa menambah perahu.
Saat ini saja belum semua nelayan bisa menikmati tambatan perahu, yakni sebuah benteng bebatuan di laut yang nanti melindungi perahu nelayan saat ombak menerpa
Nelayan di kampung tetangga sudah dapat fasilitas itu, tapi di kampungnya belum ada.
"Kami ini anak patuh, tapi biasanya yang didengar itu anak nakal. Mesti ribut-ribut dulu baru didengar," ujar Thomas.
Intinya nelayan tangan sampai terusir dari rumah sendiri.
Jangan karena modernisasi kemudian mematikan hajat hidup nelayan tradisional yang cuma mengandalkan perahu kecil mencari peruntungan di laut
"Kalau hak kami tidak diperhatikan, kami tentu akan melawan. Aspirasi akan kami sampaikan kalau perlu sampai ke Pak Presiden," ujarnya.
Kata dia, itu baru pendapat pribadinya belum tentu nelayan lain. Bisa saja setuju, tidak setuju, atau setuju dengan syarat.
Itu pilihan masing-masing, tapi menurutnya nelayan harus bersatu agar tak terpinggirkan. (riyonoor)