Pilpres 2019
Jokowi Berpeluang Calon Tunggal, Begini Hitung-hitungannya
Berbagai kalangan, pengamat dan para politisi mulai meramal kemungkinan yang akan terjadi pada Pilpres 2019 mendatang.
Baca: Didik Menangis Peragakan Kembali Detik-detik Dia Membunuh Lalu Mengecor Tubuh Fitri
Ditempat yang sama, Wakil Sekjen DPP Partai Gerindra, Ferry Juliantono mengingatkan, dari berbagai survei yang dirilis lembaga survei meski teratas, elektabilitas Jokowi masih di bawah lima puluh persen.
Menurut Ferry, elektabilitas Jokowi yang di bawah 50 persen itu cukup mengkhawatirkan sebagai petahana.
"Padahal Pak Jokowi sudah dua tahun jungkir balik bagi-bagi sepeda, naik motor trail," kata Ferry.
Ferry menganggap, elektabilitas di bawah 50 persen, sama artinya masyarakat Indonesia yang menginginkan presiden baru.
"Kesimpulannya pada 2019 selamat datang Presiden baru RI," kata Ferry.
Jokowi-Prabowo
Baik Eriko dan Ferry kemudian menanggapi kemungkinan duet Jokowi dengan Prabowo pada Pilpres mendatang.
Eriko berpendapat memasangkan Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2019 bukan menjadi hal yang tak mungkin.
Tentunya, lanjut Eriko, wacana itu harus terlebih dahulu dibicarakan, mengingat ini merupakan politik tingkat tinggi dan kemungkinannya sangat kecil terjadi.
"Politic is out of possibility. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Intinya, semua politik adalah menuju kemenangan berkuasa dan kepentingan untuk rakyat. Harus ada pembicaraan-pembicaraan sesuatu itu pasti, nanti kalau sudah ada pembicaraan di KPU. Nah itu yang pasti. Sebelum itu terjadi semua masih memungkinkan," kata Eriko.
"Dalam hal ini kemungkinan untuk menjadi satu calon yang dikhawatirkan oleh banyak pihak itu kecil sekali. Kemungkinannya karena faktor tadi itu antara pileg dan pilpres bersamaan," sambung Eriko.
Sementara Wakil Sekjen Partai Gerindra Ferry Juliantono berpendapat hal yang mustahil menyatukan Jokowi dan Prabowo berduet pada Pilpres 2019.
Menurutnya, ide itu sama saja melupakan perbedaan ideologi yang terbuka lebar.
"Lupa ada perbedaan yang signifikan antara ideologi satu orang dengan orang lain. Ada perbedaan yang signifikan pada garis pemikiran. Sulit faktor-faktor itu disatukan. Ini bukan barang, tapi menyatukan nilai hidup itu yang enggak mungkin. Yang satu dukung reklamasi, satu enggak dukung, satu pro impor, satu lagi tidak. Itu dua hal yang secara nilai itu tidak segampang siapa pun menyimulasikan," ujar Ferry memastikan. (tribun network/rina ayu/kcm/yat)