Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Dibangun Belanda, Dipakai Jepang hingga Permesta, Kini Veldbox di Airmadidi Jadi Tempat Sampah

Padahal peninggalan perang dunia ini tersebar di hampir seluruh Kelurahan di Airmadidi.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Veldbox 

Laporan Wartawan Tribun Manado Arthur Rompis

TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI - Banyak julukan Airmadidi, ibu kota Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara.

Dari kota kue, kota air hingga kota di bawah kaki gunung.

Namun bagi Swetly Luntungan, pemerhati budaya Tonsea, Airmadidi adalah kota wisata budaya.

Di antara berbagai jenis wisata budaya tersebut, veldbox adalah yang terbanyak.

Peninggalan perang dunia ini tersebar di hampir seluruh Kelurahan di Airmadidi.

"Sayangnya veldbox tak terawat, banyak yang jadi tempat sampah, bahkan ada yang menjadi tempat kencing," kata dia.

Ia menyebut veldbox adalah anak tiri pariwisata Minut.

Sementara objek wisata lain mendapat polesan, veldbox terabaikan.

Kehadirannya dianggap tak punya arti sama sekali.

Padahal, puluhan tahun silam, veldbox pernah memainkan peran penting dalam masyarakat, sebagai sarana pertahanan serta konsolidasi pasukan.

Veldbox, menurut sejarah yang dicatat Disparbud Minut, dibangun Belanda, kemudian ditempati Jepang, dan pada akhirnya Permesta.

"Sewaktu zaman jepang dulu, bangunan tersebut disakralkan, jangankan orang kencing, melewatinya harus sekerei (memberi hormat dengan cara membungkuk pada tentara yang berjaga di sana)," kata Swetly yang mendengar cerita itu dari opanya yang adalah hukum tua di zaman Jepang.

Sejarawan Ivan Kaunang menduga, veldbox banyak berada di Airmadidi dikarenakan daerah itu letaknya strategis secara kemiliteran.

"Di antara Kema yang merupakan pelabuhan utama serta Manado dan Minahasa yang jadi pusat peradaban," kata dia.\

Dikatakannya, veldbox Airmadidi berada di dataran rendah, beda dengan di Manado yang umumnya berada di perbukitan.

"Mungkin karena ada laut di Manado, jadi dipasang di ketinggian untuk menghalangi pendaratan tentara, sedang di Airmadidi dirancang menahan manuver infanteri," kata dia.

Ungkap dia, veldbox yang memiliki panjang enam meter, lebar empat meter dan berbentuk kubah, bisa memuat sekira delapan hingga sepuluh pasukan.

Lewat lubang pada kubah, para prajurit menembaki musuhnya.

"Senjata anti pesawat serta anti kapal laut bisa pula dipasangi," ujar dia.

Sebut Ivan, dinding veldbox dibuat cukup tebal agar bisa menahan tembakan musuh.

Kamuflase juga dilakukan pada veldbox agar posisinya tidak diketahui musuh.

Menurut dia, veldbox biasanya satu paket dengan parit.

"Namun kini parit tak ditemui lagi," kata dia.

Dibangun Belanda, kemudian direbut Jepang, peluru muntah dari veldbox nanti pada saat permesta.

Sejumlah pasukan permesta menggunakan tempat itu sebagai benteng pertahanan terhadap gempuran pasukan KKO (kini Marinir) Indonesia yang mendarat di Kema dalam perjalanan menuju Manado dan Minahasa.

"Pernah dipakai dalam perang Permesta," kata Ismet, pengamat budaya dari Desa Kema.

Di masa pembangunan, veldbox pun susut peranannya.

Perlahan - lahan benda itu terlupakan dan muncul ketidaktahuan.

Dari ketidaktahuan muncul ide untuk menjadikan tempat itu tempat sampah, bahkan gilanya tempat mesum.

Stenly Lengkong salah satu pegiat budaya mengibaratkan veldbox dengan toko.

Dulu orang Belanda membangun veldbox, kini investor membangun toko dan mall di Airmadidi.

Pertanyaan pun muncul, bisakah Pemkab Minut menata lagi peninggalan bersejarah itu, membaptisnya sebagai objek wisata, menjualnya sebagai daerah tujuan wisata pada orang Belanda yang membangunnya, atau orang Jepang ? Waktu akan menjawabnya.(Tribun Manado/Arthur Rompis)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved