Pasien BPJS Siap-siap Rogoh Kocek, Begini Ceritanya
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan siap-siap merogoh kocek.
Penulis: | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan siap-siap merogoh kocek. BPJS Kesehatan tak akan lagi menanggung 100 persen biaya perawatan delapan penyakit kronis. Adalah sakit jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia dan hemofilia.
BPJS Kesehatan berencana melibatkan peserta untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing) penyakit yang butuh perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).
Kepala Cabang Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan Cabang Manado, Greisthy Borotoding mengungkapkan, rencana itu sedang dikaji. "Mengenai hal tersebut merupakan satu di antara opsi untuk menutupi defisit pembiayaan selama ini," ujarnya, Jumat (24/11/2017).
Menurut dia, rencana itu masih harus dibahas dan dikaji terlebih dahulu, sehingga masih belum berlaku. Sebab mekanisme untuk pelaksanaannya harus jelas, berapa yang harus ditanggung oleh pihaknya, berapa harus ditanggung masyarakat.
"BPJS Kesehatan sendiri tidak ingin adanya wacana mengenai aturan tersebut," ungkapnya. Namun demikian jika memang nantinya akan diberlakukan akan berbentuk peraturan Kementerian Kesehatan RI atau ketetapan Kemenkes.
Tapi saat ini belum berlaku, seluruh peserta JKN ditanggung sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan, kecuali jika yang bersangkutan tidak menginginkan adanya penjaminan itu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan. Setidaknya ada delapan penyakit katastropik yang akan dipilih untuk dibiayai dengan skema cost sharing.
Meski begitu, Fahmi masih belum merinci porsi pendanaan perawatan yang akan dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan. Hingga kini BPJS Kesehatan masih menghitung rincian beban yang akan dibagi bersama peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).
Yang pasti, kata Fahmi, cost sharing ini tidak akan berlaku bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan. Cost sharing hanya akan berlaku bagi peserta JKN dari golongan mampu atau peserta mandiri. Per 1 November 2017 total peserta JKN 183,57 juta orang. Hingga akhir 2017 diperkirakan peserta BPJS 183,13 juta orang.
BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 9 triliun. Sebelumnya Fachmi angkat bicara menjelaskan hal tersebut.
Menurut Fachmi, soal defisit bukan hal baru. Instansinya sudah sering disebut demikian, meski sebenarnya tidak mengalami masalah apa pun.
Fachmi mengatakan bahwa defisit yang saat ini tercatat sebenarnya di bawah Rp 7 triliun. "Defisit transaksi berjalan tahun ini tidak sampai Rp 9 triliun, itu kurang dari Rp 7 triliun. Kalau ke depannya ya masih dihitung. Angkanya keluar akhir desember," terang Fachmi.
Soal anggaran sendiri, menurutnya, dibuat selalu balance antara pengeluaran dan pendapatan. Caranya dengan menghitung pengeluaran, prediksi pemanfaatan rata-rata per orang, lalu hitung pendapatan yang ideal dengan iuran serta pengeluaran tersebut.
Namun pada praktiknya, iuran yang diambil tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Misalnya pengeluaran Rp 23.000 dan iuran peserta Rp 20.000, ini ada gap Rp 3.000. Lalu untuk kelas 3, pengeluaran iuran Rp 53.000 tapi iuran Rp 45.500, ada gap Rp 7.500.
"Inilah yang kemudian disebut sebagai defisit, rugi, dan lain-lain," ujar Fachmi. "Setelah hitung dan iurannya tidak match, itu kami bicarakan dalam rencana kerja tahunan. Secara teori, paling dasar, ya (bisa diperbaiki) dengan menyesuaikan iuran. Tapi sekarang, kata Presiden jangan dulu disesuaikan dengan hitungan aktual karena masalah daya beli masyarakat," imbuhnya.
Pilihan lain yang dipertimbangkan, agar iuran yang masuk sesuai dengan pengeluaran adalah dengan mengurangi manfaat BPJS. Namun, menurutnya, pilihan ini tidak diambil.
Akhirnya, menurut Fachmi, opsi yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah defisit tersebut adalah mengadakan sin tax atau pajak dosa.
Wacana yang sedang dibahas adalah mengambil pajak dosa dari cukai rokok. Besarannya sekitar 75 persen dari porsi pajak cukai rokok yang dialokasikan ke sektor kesehatan.
"Sekarang ini belum cukup. Kalau ingin pajak dosa yang murni ya, seluruhnya untuk kesehatan. Tapi sementara waktu ini, sudah bagus," imbuhnya. (erv)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/bpjs-kesehatan_20170309_145919.jpg)