Liputan Khusus Hutan Lindung
Mesin Potong Kayu Sering Terdengar, Hutan Lindung di Sulut Terus Dibabat
Para penebang liar,biasa memakai jalan ‑jalan tikus yang banyak ditemui di kampung sekitar hutan lindung.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Aldi Ponge
Laporan Wartawan Tribun Manado Arthur Rompis
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Suara kicau burung ditambah sesekali suara mirip Yaki (Macaca nigra) terdengar sayup-sayup dari di hutan lindung Gunung Wiau, Bitung.
Namun saat Tribun Manado menyusuri lebih dalam hutan itu, suara kicauan butung dan hilang berganti suara mesin potong kayu. Suara itu asalnya dari tengah hutan, tepatnya deretan pepohonan yang tinggi besar berdaun lebat.
Padahal hutan ini menjadi satu dari sejumlah kawasan hutan lindung di Bitung tempat hidup berbagai hewan endemik. Untuk diketahui, jika tidak terjadi penyusutan, Kota Bitung memiliki 13,401 hektare (ha) hutan cagar alam (CA) dan 1.471 ha hutan lindung (HL).
Masing-masing HL Gunung Klabat 1.471 ha, HL Gunung Wiau 2.520 ha dan HL Pulau Lembeh lebih dari 2.000 ha, (CA 7.518 Ha dan Taman wisata alam (TWA) 1.250 ha), dan Hutan Wisata Danowudu 21,5 Ha sehingga total hutan CA, TWA dan hutan wisata 13.401 Ha.
Sementara itu, di dalam hutan Gunung Wiau--tak jauh dari bunyi suara mesin potong kayu-- terlihat sejumlah spot area lahan yang gundul. Sejumlah pohon besar roboh, beberapa ada yang sudah terpotong ‑potong.
Pada areal lain dekat jalan, tanah menghitam seperti habis terbakar Kebun jagung berada tak jauh dari situ. Seorang pria mengamati kebun itu dari rumah kayu sederhana. Hutan lindung itu berada di dataran rendah, hingga nampak seperti loyang jika diamati dari jalan Bitung menuju Minut via Likupang.
Penelusuran Tribun, penebangan pohon dalam jumlah masif terjadi di hutan lindung tersebut. Pada penebang bergerak 'kucing ‑kucingan' dengan Polisi Hutan (Polhut) yang menjaga hutan itu.
Seorang petani yang ditemui Tribun tak jauh dari hutan itu mengungkapkan soal aksi para perambah hutan. Namun ia meminta namanya tak ditulis di koran.
Menurutnya, para penebang beroperasi di kala tak ada penjagaan. Mereka mengintai dulu. "Kapan saja mereka beraksi, bisa siang, sore atau malam hari. Saat tak ada penjagaan," kata dia.
Para penebang liar, lanjutnya, biasa memakai jalan ‑jalan tikus yang banyak ditemui di kampung sekitar hutan lindung.
Jika jalan susah dilewati kendaraan, penebang memakai sapi untuk mengangkut hasil jarahan. "Namun jika jalan bagus mereka pakai mobil jeep 'rambo'," kata dia.
Para pembeli kerap dibawa langsung oleh para penebang ke lokasi penebangan. Para pembeli bisa memilih sendiri kayu yang hendak dibeli. "Kayu yang sering dijual jenis Nantu dan Kenanga," kata dia.
Untuk Kayu Bakar
Sementara itu, Jenly Gawina, Kepala Resort TWA Batu Putih membenarkan penebangan masih ditemui di Tangkoko. "Masih ada, umumnya warga yang ambil kayu bakar di hutan," ujar dia.