Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

ISIS

Bocah 11 Tahun Asal Indonesia Jadi Pengikut ISIS Tewas Di Suriah. Ayah: Saya Tak Merasa Sedih

Hatf mengatakan kepada ayahnya beberapa teman dan guru dari Ibnu Mas'ud telah pergi untuk memperjuangkan Negara Islam dan "menjadi syahid di sana"

Editor:
Telegram Handout via Reuters
Hatf Saiful Rasul 

Dia mengatakan bahwa dia tidak mengetahui adanya staf atau siswa yang bepergian ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, selain tiga guru dan satu siswa yang ditahan di Singapura tahun lalu.

Mustanah, mantan mahasiswa yang dideportasi dari Irak pada bulan Agustus, telah mengatakan kepada polisi bahwa beberapa mantan siswa dari Ibnu Mas'ud telah melakukan perjalanan ke Suriah.

Terletak di kaki Gunung Salak, sebuah gunung berapi yang tidak aktif, di desa Sukajaya, 90 km (55 mil) selatan ibukota Indonesia, Ibnu Mas'ud terdiri dari kompleks ruang kelas, asrama dan ruang sholat yang dapat menampung hingga 200 orang siswa dari sekolah dasar sampai SMP.

Mujahid kecil yang gembira

Pesantren memiliki akar yang dalam di Indonesia, beberapa abad yang lalu, saat mereka menjadi bentuk pendidikan utama bagi masyarakat miskin dan pedesaan.

Bahkan ketika sistem pendidikan Indonesia yang dimodernisasi dan sekolah sekuler yang dijalankan pemerintah diperkenalkan, pesantren yang sangat pribadi tetap menjadi penting.

Amin, di Kementerian Agama RI, mengatakan kepada Reuters pada bulan Juli bahwa kementerian tersebut sedang mengupayakan sebuah kebijakan baru untuk membakukan kurikulum di pesantren dan mengambil alih persetujuan mereka. Belum ada kebijakan yang diumumkan.

Anam, ayah Hatf, mengatakan kepada Reuters dalam tulisan tangan untuk menanggapi pertanyaan selama persidangan di Jakarta pada bulan Juli bahwa dia bangga dengan anaknya.

Foto yang dilihat oleh Reuters, yang menurut Anam diambil di Suriah dan diposkan di media sosial oleh Hatf, menunjukkan anak laki-laki tersebut sedang makan dengan pria yang lebih tua dan seorang di mana anak muda berwajah segar itu memegang senapan AK-47 hampir sebesar dirinya.

Hatf bisa membongkar senapan dalam 32 detik, Anam menulis. Dia juga mengeluarkan "pistol 9mm, 2 granat tangan, pisau komando dan kompas."

Anam juga dikabari bahwa Hatf selamat dari satu serangan udara, terbang di udara akibat ledakan tersebut dan muncul dengan hanya telinga berdarah dan gangguan pendengaran.

Pada tanggal 1 September 2016, dua bulan setelah ulang tahunnya yang ke 13, Hatf terkena serangan udara lain.

Tak lama kemudian, kematian tiga orang Indonesia di dekat kota Jarabulus di Suriah diumumkan oleh ISIS.

"Mujahid kecil yang bahagia" sudah meninggal, tulis Anam dalam esainya, "tubuh kecilnya yang compang-camping hancur oleh bom".

"Saya tidak merasa sedih atau kehilangan, kecuali kesedihan yang terbatas seperti ayah yang ditinggalkan oleh anak tercintanya," kata Anam kepada Reuters dalam catatan yang dia berikan di persidangan. "Sebaliknya, saya merasa bahagia karena anak saya telah mencapai kesyahidan, insya Allah." (reuters dilansir intisari)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved