Kejari Usut Proyek Ruang Kelas di Bitung
Di tengah upaya perbaikan infrastruktur pendidikan, sejumlah sekolah yang kebagian proyek perbaikan ruang kelas.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Di tengah upaya perbaikan infrastruktur pendidikan, sejumlah sekolah yang kebagian proyek perbaikan ruang kelas justru bermasalah dalam proyek.
Informasi yang dirangkum Tribun Manado dari berbagai sumber, seorang kepala SD sudah divonis setahun karena penyalahgunaan kewenangan dalam pembangunan proyek ruang kelas.
Tiga kepala SD lainnya sementara diperiksa Kejaksaan Negeri Bitung dalam kasus berbeda, namun objeknya,sama yakni pembangunan ruang kelas baru.
Kajari Bitung Agustian Sunaryo mengatakan, pihaknya sementara menggelar pulbaket.
"Sejumlah saksi sudah diperiksa kami juga sudah meninjau ruang kelas yang diduga bermasalah," kata dia.
Pengamat hukum Berty Lumempouw mengatakan, banyaknya kepsek terjerat korupsi disebabkan mereka diberi wewenang urusi proyek swakelola.
"Mereka kan tak ngerti proyek," kata dia, Minggu (16/7).
Berty minta kepsek agar tidak lagi urusi proyek.
Mereka musti berkonsentrasi mengajar dan mengatur manajemen sekolah.
Di tengah persoalan korupsi proyek pendidikan, para siswa SD Negeri Pancuran Kelurahan Pancuran, Kecamatan Lembeh Selatan, Kota Bitung tak hanya minim fasilitas sekolah.
Hujan juga menjadi musuh bahkan bisa dibilang bahaya 'laten'.
Setiap hujan turun suasana pembelajaran di sekolah itu bagaikan teror. Para siswa dan guru harus menghindari tetesan air hujan.
Lantai kelas basah dan banjir kecil terjadi jika hujan sangat deras hingga para siswa diungsikan ke sebuah pondok depan sekolah.
Hal tersebut disebabkan bocornya atap sekolah.
Diduga atap bocor karena tidak tahan menerima angin selatan dari pantai. Sekolah itu berada tak jauh dari pantai.
Alvi, satu guru menyatakan, kala hujan para siswa harus berpindah ke tempat yang aman dari tetesan air.
Celakanya, tempat yang aman tak banyak.
"Mereka terpaksa berkerumun di tempat yang aman," beber dia.
Ungkap dia, lantai dari tehel sangat licin.
Para siswa dilarang untuk mondar-mandir.
"Ini mengganggu pembelajaran, karena ada kalanya siswa harus maju ke depan kelas, namun mereka harus diam di tempat masing-masing," kata dia.
Alvi mengatakan, para guru terpaksa berhenti mengajar dan mengepel jika hujan kian deras.
Jika hujan sangat deras, sebutnya, pembelajaran terpaksa dipindah di sebuah pondok depan sekolah itu.
"Di situ lebih aman dari hujan," kata dia.
Sebut Alvi, sejumlah pihak pernah mengunjungi sekolah ini. Dan beberapa kejadian lucu terjadi.
"Suatu hari datang camat dan para siswa terpaksa angkat kaki karena air sangat tinggi," kata dia.
Hanya tiga kelas
Sebut Alvi, ada lima ruang kelas di sekolah itu.
Dua di antaranya sudah rusak parah hingga tak bisa dipakai.
Tiga lainnya mengalami kebocoran atap yang parah. "Hanya tiga ruangan itu yang siap meski kondisinya jauh dari layak," ujar dia.
Alvi menuturkan, pihaknya terpaksa menggabung beberapa kelas dalam satu ruangan. Ia mencontohkan kelas 3 dan 5. "Mereka belajar dalam satu ruangan," kata dia.
Belajar dalam kondisi demikian,
sebut dia, tak maksimal karena murid dan guru sulit berkonsentrasi. "Namun kita tak punya pilihan lain," kata dia.
Sebagai guru, ia mengaku sulit mengajar dalam keadaan seperti itu.
Ia dikuatkan oleh sangat para siswa.