Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Inilah Sejarah Perayaan Cap Go Meh dan Yuan Xiao di Kota Manado

Setiap tahun banyak masyarakat Manado menonton perayaan Cap Go Meh. Akan tetapi banyak di antara mereka tidak tahu sejarah perayaan itu.

Penulis: | Editor: Andrew_Pattymahu
CHRISTIAN WAYONGKERE

Seiring perkembangan jaman maka kampung Cina di Manado mengalami pertambahan penduduk baik dari datangnya jung atau kapal perantauan Tionghoa dan kapal bangsa Eropa yang mengikutsertakan pekerja Tionghoa, juga mulai terjadi interaksi kawin mawin antara Tionghoa dan penduduk lokal Minahasa.

"Tercatat dalam sejarah, pekuburan Tionghoa pertama di Manado yang kemudian dipindahkan dan dibangun rumah sakit Gunung Wenang hingga sekarang berdiri hotel megah yang bernama hotel Peninsula. Tahun 1825 dibangun pula rumah abu yang bernama Kong Tek Su di kawasan kampung Cina Manado," katanya.

Ritual Capgomeh di Manado sangat unik dan lain dibandingkan dengan daerah lain seperti Singkawang, Jawa, Sumatera dan lain-lain. Di Manado, katanya prosesi bertanya melalui Po Poe kepada Shen Ming (Sien Beng) apakah saat Capgomeh bisa keluar di jalan raya berkeliling atau tidak dilakukan di Klenteng Ban Hin Kiong.

"Prosesi yang dilaksanakan di Klenteng pertama dan tertua ini sudah berjalan ratusan tahun hingga kemudian munculnya Klenteng-Klenteng lain yang mengikutinya.

Ritual Po Poe yang sangat khas ini berbeda dengan daerah lain bahkan di Tiongkok sendiri tidak melaksanakan Po Poe untuk melaksanakan ritual Capgomeh," katanya.

Banyak hal katanya dihubung-hubungkan dengan keluar atau tidak keluarnya ritual Capgomeh di Manado. Jika tidak keluar maka dianggap akan ada bencana, hama, penyakit, peperangan, gangguan keamanan.

"Kalau keluar maka akan banyak berkat, hasil bumi berlimpah dan sebagainya," katanya.

Dulu asumsi ini lanjutnya sering dikaitkan dengan beberapa peristiwa seperti saat tidak direstui terjadi pendudukan Jepang di Manado, peristiwa Permesta dan lain-lain.

"Saya sejak remaja dan aktif di Klenteng mulai meneliti kebenaran terhadap asumsi ini kemudian menemukan tidak ada korelasi antara keluar atau tidak keluar "pasiar Tapikong" Capgomeh dengan berbagai peristiwa yang kebetulan saja terjadi," ujarnya.

Di tahun 1990-an beberapa kali tidak keluar demikian pula tahun 2000-an hingga saat ini tahun 2017.

Sejak tahun 2010 dinamika perubahan terhadap ritual Capgomeh di Manado mengalami perkembangan yang menarik. Saat ini sudah belasan Klenteng berdiri di kota Manado.

Sejak adanya petunjuk Kongco Kwan Kong bahwa setiap tahun harus keluar untuk Jut Bio, pasiar Tapikong maka Klenteng Kwan Kong akan memimpin ritual upacara Capgomeh apabila ritual di Klenteng Ban Hing Kiong tidak keluar.

"Seperti juga tahun ini, Klenteng Ban Hing Kiong dan sejumlah Klenteng lain tidak ikut dalam prosesi ritual Capgomeh di Manado. Hal ini mestinya ditanggapi dengan biasa saja bahwa memang demikianlah setiap agama mengalami perubahan dan dinamika yang tentunya multi tafsir," ujarnya.

Keunikan lain Capgomeh di Manado adalah berhubungan dengan kehadiran sosok Tangshen (Tang Sin dalam dialek Hokkian). Tang artinya mewakili, Shen merujuk pada Shen Ming (Sien Beng, roh suci).

"Masyarakat Manado sejak dulu memakai istilah salah kaprah dengan menyebutnya Encek Pia. Padahal Encek Pia adalah sosok seorang Tangshen pertama di Manado ratusan tahun lalu, yang bernama Oei Hu Pie," ujarnya.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved