Kando Harus Jalan Kaki 12 Kilometer ke Modoinding
Saya dan keluarga lari ke Sangihe. Dua tahun kemudian ikut program transmigrasi ke sini (Kokapoy) bersama hampir 200 kepala keluarga pengungsi
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Andrew_Pattymahu
TRIBUNMANADO.CO.ID,TUTUYAN-Rabu (25/1) siang, Kando Pongoh (73) warga Desa Kokapoy Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mengisahkan ratusan warga Ternate yang menetap di lokasi transmigrasi tersebut.
Kando mengungkapkan ribuan orang mengungsi akibat kerusuhan yang terjadi di Maluku utara, pada 1999.
"Saya dan keluarga lari ke Sangihe. Dua tahun kemudian ikut program transmigrasi ke sini (Kokapoy) bersama hampir 200 kepala keluarga pengungsi," ungkapnya kepada Tribun Manado di rumahnya.
Kala itu, dia membawa istri dan sembilan anak-anak yang sudah berkeluarga. Lokasi yang menjadi tempat tinggalnya berada di wilayah hutan lindung.
Warga harus berbanja ke Modoinding, Minsel hingga saat ini. "Jarak dari Modoinding ke sini 12 kilometer. Saat itu kami harus menempuh dengan berjalan kaki hampir 4 jam. Belum ada kendaraan seperti saat ini," bebernya.
Kehidupan mereka sangat sulit kala itu. Banyak warga pengungsi meninggalkan lokasi tersebut.
"Banyak ikut program pemulangan pada 2003, jumlahnya hampir 100 kepala keluarga. Mereka tak tahan hidup disini waktu itu," bebernya.
Dia pun pernah kembali ke kampung halamannya. Ia hanya bertahan beberapa bulan dan kembali ke lokasi transmigrasi tersebut.
"Hidup di sini susah waktu itu. Jaringan listrik baru masuk pada 2011. Selama 10 tahun tak ada lampu," jelasnya.
Namun kondisi tersebut mulai berubah, setelah Boltim dimekarkan. Pemda mulai membangun jalan dan memberikan banyak bantuan.
"Cengkeh yang ditanam sudah mulai panen, hidup sudah senang disini. Tak ada niat mau kembali ke kampung halaman, bahkan tanah di sana rencananya akan dijual," jelasnya.
Warga Kokapoy, Ventje Mundung mengatakan sebanyak 390 kepala keluarga peserta transmigrasi yang pindah ke lokasi itu pada 2001 silam. "Ada 50 persen warga lokal (Modoinding) dan 50 persen pengungsi ternate," ungkapnya
Pemerintah memberikan mereka lahan perkebunan seluas 50x125 meter. Lahan pekarangan 25x50 meter.
"Rumah 6x6 meter. Hanya saja hingga saat ini belum ada yang memegang sertifikat," terangnya.
Sangadi Desa Kokapoy, Charles Kumendong mengungkapkan desa tersebut definitif pada 3 September 2009. Penduduk dengan cepat berkembang, sehingga desa dimekarkan menjadi dua pada 2012.