Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KPK Tangkap Seorang Bupati di Sebuah Rumah Makan di Jakarta. Siapa Dia?

Kemarin kita daftar sore, terus ke sini (KPK). Ditangkap jam 10 lewat 10 (22.10 WIB). Katanya di rumah makan.

Editor:

TRIBUNMANADO. CO.ID - Bupati Sabu Raijua provinsi Nusa Tenggara Timur Marthen Dira Tome ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi usai mendaftarkan gugatan prapaeradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Bupati Marthen kembali melawan KPK karena ditetapkan lagi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di Nusa Tenggara Timur.

"Kemarin kita daftar sore, terus ke sini (KPK). Ditangkap jam 10 lewat 10 (22.10 WIB). Katanya di rumah makan," kata Lexy Tungga, kuasa hukum Marthen di KPK, Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Selain mendaftarkan gugatan praperadilan, Lexy mengaku pihaknya memang mendatangi KPK untuk menyerahkan surat keberatan karena ditetapkan lagi sebagai tersangka.

Lexy menyayangkan sikap KPK yang menangkap kliennya tersebut.

Menurut Lexy, keberatan tersebut disampaikan lantaran putusan praperadilan yang memenangkan Marthen Dira Tome sebelumnya belum dieksekusi.

"Putusan praperadilan sebelumnya beliau juga belum dieksekusi tapi beliau sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak tanggal 18 Oktober 2016," kata dia.

Sebelumnya, KPK menetapkan kembali Marthen Dira Tome sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di NTT.

Penetapan tersangka tersebut Marthen Dira Tome sebelumnya menang praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran menetapkan dirinya sebagai tersangka saat masih menjabat sebagai Kabid PLS Dinas Dikbud NTT tahun 2007 senilai Rp 77 miliar.

Pengumuman Marten Dira Tome sebagai tersangka sebelumnya dilakukan pada Nopember 2014.

Pada kasus tersebut KPK sebenarnya menetapkan dua tersangka, yakni bekas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, John Manulangga. Namun Malangga telah meninggal dunia.

Pada saat, Marthen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus itu sebelumnya diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi NTT dan KPK menjadi supervisi. Namun, Kejaksaan Tinggi NTT akhirnya melimpahkan proses penyidikannya kepada KPK.

PLS merupakan dekonsentrasi APBN senilai Rp 77.675.000.000.

Program tersebut terdiri dari Program non formal dan formal, Pendidikan Anak Usia Dini, Program Budaya Baca dan Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved