Tuhan, Selamatkan Anak Kami
Hari-hari pasangan suami istri, Carlos Barahama dan Sofitje Salemburung diliputi rasa gelisah.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Hari-hari pasangan suami istri, Carlos Barahama dan Sofitje Salemburung diliputi rasa gelisah.
Sang anak, Kapten Peter Tonsen Barahama menjadi korban penyanderaan bersama sembilan anak buah kapal TB Brahma pada 26 Maret lalu saat membawa batubara dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Hingga kini, 10 WNI bersama empat WNI lain yang juga disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Sulu, Filipina, belum diketahui nasibnya.
Tebusan yang mereka minta sebesar 50 juta Peso atau sekitar 14,3 miliar tak akan dipenuhi pemerintah Indonesia.
Di sisi lain, seorang korban penculikan dan penyanderaan asal Kanada, John Ridsdel (68)
telah dieksekusi dengan cara dipenggal kepalanya akibat batas waktu pembayaran uang tebusan terlampaui.
Eksekusi itu terbongkar ketika sebuah kepala manusia ditemukan di sebuah pulau terpencil beberapa jam setelah tenggat waktu pembayaran yang ditetapkan Abu Sayyaf terlampaui.
Kepada Kanada, kelompok ini meminta tebusan sebesar 4,5 juta poundsterling atau Rp 86 miliar untuk kebebasan Ridsdel dan dua sandera Barat lainnya, Robert Hall (50), yang juga warga Kanada, dan Kjartan Sekkingstad (56), warga Norwegia.
Sabtu (30/4) menjelang sore, orangtua Kapten Peter yang tinggal di Tamansari Metropolitan Manado terlihat begitu sedih.
Di tengah kesedihan itu, Carlos dan Sofitje terus memanjatkan doa untuk keselamatan sang anak. Apalagi ketika mendengar ada korban sandera yang sudah dieksekus, membuat keduanya tambah terpukul.
"Tidak ada lagi kontak dengan anak kami sejak diculik. Kami hanya mendapatkan informasi dari perusahan (tempat Kapten Peter bekerja) Cabang Banjarmasin. Meski informasi yang diberikan itu tidak pasti, kami tetap terus bertahan," ungkap Carlos.
Meski perjuangan pemerintah belum ada hasilnya, lanjut dia, keluarga korban tetap mendukung dengan menopang dalam doa.
"Kami hanya bisa pasrah dalam doa. Biarlah Tuhan yang bekerja. Kami percaya di dalam tangan-Nya ada keselamatan. Ia Sang Kuasa akan membantu mengembalikan putra kami ke pangkuan kami," kata Carlos dengan mata berkaca-kaca.
Hal yang sama juga dikatakan oleh istrinya, Sofitje. Setiap malam dia berdoa, bahkan mengundang keluarga secara khusus untuk menggelar doa bersama agar anaknya bersama korban sandera lainnya selamat.
"Kami terus berdoa dan hanya bisa menyaksikan kelanjutan kasusnya lewat TV. Mau apa lagi selain berdoa tiap jam," jelas Sofitje.
"Kami tidak tahu (kabarnya lagi), yang jelas di hati nurani ini berkeyakinan bahwa anak kami pasti akan diselamatkan oleh Tuhan," tukas Sofitje yang tak kuasa menahan air matanya.