Tugu Pertempuran Berdarah Molibagu. 'Kami Lebih Dahulu Merdeka daripada Manado'
Tugu ini memiliki lima sudut unik yang dahulu, katanya, menjadi tempat paralon serupa bambu runcing.
Penulis: | Editor:
Laporan wartawan Tribun Manado David Manewus
TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - TUGU pertempuran berdarah mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Molibagu Bolaang Uki Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), seperti tak punya arti dibandingkan lapangan futsal dan menara komunikasi di sampingnya. Padahal pertempuran ini mendahului peristiwa 14 Februari di Manado.
Tugu itu sendiri berbentuk tiang dengan posisi di arah barat laut Lapangan Molibagu. Tugu ini memiliki lima sudut unik yang dahulu, katanya, menjadi tempat paralon serupa bambu runcing.
"Dulu di sini ada lima bambu runcing tapi sudah patah," kata Hasan Van Gobel, tokoh sejarah Bolsel, saat ditemui di rumahnya, Jumat (22/4).
Sebuah seng yang dicat merah putih sebenarnya berada di atasnya. Lagi-lagi seng itu sudah rusak.
"Bentuknya begitu. Lima buluh runcing artinya pancasila. Dulu di situ juga ada prasasti. (Tertulis) nama-nama anggota gerakan. Tapi juga sudah terhapus," katanya.
Sejarah pembuatan tugu, katanya, banyak yang tidak diketahui orang apalagi anak muda.
"Yang buat ini para veteran. Dulu saya hanya sebagai wakil sekretaris walau jadi ketua Pemuda Panca Marga (PPM)," ujarnya.
Pembuatannya, kata Gobel, dilakukan sekitar tahun 1978. Saat itu ia juga tugas belajar di Manado.
Ketua pembangunan saat itu Muktar Van Gobel. Pembangunan bisa terjadi karena ada 30 sampai 40 orang neteran yang sudah diberi surat keterangan (SK).
"Dengan SK itu kami bisa mengumpulkan uang misalnya Rp 100 ribu untuk membeli semen," katanya.
Tugu itu, kata Gobel, diresmikan Kolonel Wullur. Saat itu Wullur menjadi Wakil Ketua Veteran Sulawesi Utara. Saat itu Ketua Veteran ialah Rauf Mo'o, Wali Kota Manado. Mo'o urung meresmikan karena panggilan tugas ke Jakarta.
Hasan juga menyertakan alasan mengapa tugu itu tidak boleh dipindah. Tugu itu tepat berada di depan markas pejuang. Markas itu sekarang adalah kantor Komisi Pemilihan Umum Bolsel. Bangunan itu pernah menjadi kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bahkan kantor Bupati Bolsel.
"Dulu saat Papa Chan (Arudji Mongilong, mantan Pejabat Bupati Bolsel) mau memindahkan kami menolak karena posisi tempatnya," katanya.
Alasan pembangunan sederhana. Mereka ingin anak cucu mereka tahu bahwa Molibagu lebih dulu "merdeka" daripada Kotamobagu bahkan Manado. Peristiwa itu bahkan lebih dulu untuk seluruh Bolaang Mongondow raya (BMR). Dahulu BMR satu dalam nama Kabupaten Bolaang Mongondow.
Tugu itu sendiri pernah diperbaiki. Perbaikan pertama pada tahun 80-an. Yang kedua pada 2009. Menurut Hasan, jika Bupati Bolsel sekarang, Herson Mayulu, menginginkan dipugar kembali ia sangat berterima kasih. Ia memang tidak akan mengerjakan kembali tapi bisa memberikan ide untuk itu. Hanya baginya yang bisa ditawar hanya soal posisinya.
Hasan berkisah, dari tugu itu sudah pernah dibuat napak tilas perjuangan tahun 1983. Kegiatan dibuat di Molibagu tapi panitianya dari Bidang Olahraga dan Pramuka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara.
"Mereka jalan kaki sampai Manado. Juaranya PPM, mendapatkan piala kaki empat tapi sudah rusak," kenang Hasan.
Peristiwa 5 Januari 1946
MASYARAKAT Sulawesi Utara, bahkan Indonesia, lebih mengenal peristiwa 14 Februari 1946 yang lebih dikenal sebagai Peristiwa Merah Putih. Padahal lebih dari satu bulan sebelumnya peristiwa serupa terjadi di Molibagu Bolaang Uki.
Menurut buku Peristiwa Heroik Menyambut Proklamasi 17 Agustus 1945 (Pertempuran berdarah mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Molibagu Bolaang Uki) yang disusun beberapa tokoh di Bolsel, peristiwa itu terjadi 5 Januari 1946. Hari itu tentara Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA) menyerbu dari dua jurusan di bawah pimpinan Kapten Knil Wollrabe.
Husyn R Thanta, bagian pertahanan Dewan Nasional yang dibentuk di istana raja 9 Oktober 1945 memberi amanat di depan "Kesatuan Pemuda Bersenjata". Saat serbuan, Dewan Nasional tinggal mematuhi rapat sidang sementara pemuda bersenjata meninggalkan Molibagu.
Dewan Nasional ditahan tapi Kesatuan Berani Mati serta pemuda bersenjata lainnya menyerbu di bawah pimpinan Harun R Thanta, Abd Aziz Mohune, Abd Karim Datu, dan Abd Rahim Datu. Serangan kilat ini berhasil membebaskan anggota Dewan Nasional kemudian dibawa ke tempat pertahanan bagian pedalaman.
Atas dasar itu tugu itu dibangun di depan tempat yang dahulu menjadi markas tentara itu. Tugu itu masih berdiri sampai sekarang
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/tugu-pertumpahan-darah-di-molibagu_20160424_095028.jpg)