Nasib Sandera Militan Abu Sayyaf
Sudah Rencana Menikah, Keluarga Peter, Sandera Abu Sayyaf Pasrah, Yang Terjadi Terjadilah!
Keluarga dari 10 ABK kapal yang disandera tentu harap-harap cemas dengan keselamatan anggota keluarganya yang disandera.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Hari ini merupakan batas akhir (deadline) yang diberikan kelompok militan Abu Sayyaf agar perusahaan pemilik Kapal Anand 12 asal Indonesia memberikan uang tebusan yang diminta para teroris tersebut.
Keluarga dari 10 ABK kapal yang disandera tentu harap-harap cemas dengan keselamatan anggota keluarganya yang disandera.
Di antaranya yang paling kecewa adalah Charlos Barahama, ayah tercinta dari Peter Tonsen Barahama (30), Kapten Kapal Tugboat Brahma 12. Dia mengaku, gelisah dan selalu terpikir dengan keberadaan anaknya yang disandera teroris.
Charlos mengatakan, dia berharap saat pembebasan tak terjadi kontak senjata.''Kalau terjadi baku tembak saat pembebasan nyawa anak saya lebih terancam, '' ujarnya.
Sejak anaknya disandera, dia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar anaknya selamat.
Kondisinya saat ini memang tak terlalu baik, Charlos mengaku sedang sakit, sehingga tak bisa ke mana-mana.
Charlos pun terkenang masa kecil putranya, yang menurutnya menyukai makan Sagu, makanan pokok orang Sangihe.
''Peter waktu kecil paling suka makan sagu dan ikan bakar. Tidak mau makanan yang lain," ujar ayah Peter, Charlos Barahama, ditemui Kamis ( 7/4)di Lorong Cempaka, Kelurahan Bailang, Manado, Sulawesi Utara.
Karena kesukaannya akan Sagu dan ikan bakar, sehingga Peter sering melaut dengan perahu kecil hanya untuk mencari ikan untuk dibakar dan Sagu.
'Sering laut lagi berombak (kencang), dia tetap melaut. Kebetulan rumah kami di pinggir pantai Desa Lesabe Kecamatan Tabukan Selatan Tenggara. Mungkin dari situ terlihat tanda-tanda dia jadi pelaut," ujarnya.
Ayahnya menceritakan, anaknya Peter suka bergaul. Sebelum disandera kelompok militan Filipina pun sewaktu pulang ke Sangihe, dia mengunjungi teman-temannya.
Dia (Peter) hanya tamat SMP di Sangihe, kemudian diajak kakak tertuanya yang telah lebih dahulu menjadi pelaut. Hanya Charlos mengaku, sudah lupa kapal pertama yang menjadi tempat bekerja anaknya.
'' Peter kerja apa saja di atas kapal. Pegang kemudi hingga Koki dia bisa. Hidupnya memang sudah menjadi pelaut, '' ujarnya.
Beberapa tahun naik kapal, Peter pulang ke Tahuna untuk ambil paket C.
"Ketika balik ke Jakarta dia sekolah dan lulus ANT3 sehingga jadi nahkoda. Di kapal Brahma 12 dia naik status jadi nahkoda atau kapten. Dia telp diangkat jadi nahkoda pada akhir tahun 2014. Akhir Juli 2014 dia selesai gelar ANT3," ujar mengenang masa-masa indah anaknya.
Peter terakhir datang Natal 25 Desembet 2015. "Saat pulang dia menemui saudara dan teman-temannya. Kemudian 2 Januari 2016 balik Jakarta untuk persiapan pelayaran ke Filipina.
Peter memiliki pacar di Tahuna tepatnya mengajar sebagai guru di Tabukan Selatan. Namanya, Telly Pontoh.
Mereka sudah lama merajut cinta, dan tukar cincin sejak 2013, rencananya akan segera menikah.
Sedangkan Keluarga Peter di Batam menyatakan pasrah dengan keberadaan saudaranya tersebut saat ini.
"Kita di sini sudah pasrah, tak bisa berbuat apa-apa lagi, apa yang akan terjadi besok terjadilah," kata Kris Ishak, keluarga Peter yang ditemui Tribundi kediamannya, Perumahan Mukakuning Paradise, Batuaji, Batam, Kamis (7/4) siang.
Ia mengaku sudah menyerahkan segala urusan pembebasan kepada pemerintah Indonesia."Sudah kita serahkan semuanya kepada pemerintah, '' ujarnya.
Kris sebelumnya mengaku, keluarga di Batam dan di kampung halamannya Sangihe Sulawesi Utara sangat cemas dan khawatir soal nasib Peter dan teman-temanya.
"Waktu Peter sempat menghubungi perusahaannya dan memberitahukan kabarnya, dan saat itu juga pihak penyandera minta uang tebusan sebesar Rp14,3 miliar atau sebesar 50 juta Peso, batasnya Rabu (30/3) ini," kata Kris Ishak.
Kris Ishak juga menuturkan orangtua Peter yakni Charlos Barahama dan Sipipce Selemburung. Terlebih Abang Peter yaitu Samsared Barahama, terus melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan terkait perkembangannya.
"Abangnya yang terus aktif menghubungi pihak perusahaan, karena abangnya juga, seorang pelaut. Mungkin dia sedikit tahu mengenai bajak laut ini," terang Kris.
Sementara itu Youla Lasut istri dari salah satu ABK yang disandera, Alvian Elvis was-was. Saban hari, dalam aktivitas apapun ia selalu membawa telepon seluler. Ia menunggu perkembangan terbaru dari suaminya.
"Setiap hari saya berharap ada kabar mengenai suami saya. Saya berharap dihubungi langsung suami," kata Youla di kediamannya kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kabar terakhir yang diterima Youla langsung dari suaminya yakni pada Minggu kemarin. Setelah itu menurut Youla ia hanya mendapat kabar perkembangan kondisi terkini dari perusahaan tempat suaminya bekerja yakni PT Patria Maritim Line.
"Kondisi terakhir menurut perusahaan suami saya dan yang lainnya dalam kondisi sehat," katanya.
Tidak ada kabar langsung dari suaminya membuat Youla terus berkoordinasi dengan perusahaan dan Kementerian Luar Negeri yang sedang mengupayakan pembebasan.
Baik perusahaan maupun kemenlu meminta Youla untuk mempercayakan langkah-langkah yang sedang ditempuh.
"Selama ini yang berhubungan dengan pembajak yakni perusahaan dan Kemenlu. Menurut mereka kondisi aman. Perusahaan dan pemerintah meminta supaya bersabar dan meminta dukungan, agar segera dapat diselesaikan," katanya.(Tribun Manado/Ven/Bob/Fik)