Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Suka Duka Warga Kawanua Jadi TKI di Luar Negeri, Saat Pulang Anak tak Lagi Kenal

"Awal berangkat sangat berat, karena harus meninggalkan anak usia 1,5 tahun dan suami. Tapi lantaran tuntutan ekonomi keluarga saya pergi."

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
REPUBLIKA
Ilustrasi TKI. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Pernah mendapat pelecehan dari majikan, tak digaji selama lima bulan, hingga anak sendiri tak mengenalinya, tak membuat Ketsia Tampi kapok untuk menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Pertengahan Februari 2016 lalu, Ketsia baru saja tiba di rumahnya di Kiawa, Kecamatan Kawangkoan Utara, Kabupaten Minahasa, setelah bertahun-tahun bekerja di Hong Kong.

Namun ia sudah berencana berangkat kembali berangkat ke Hong Kong.

Ketsia sudah berulangkali kerja di luar negeri. Tahun 2000 merupakan awal Ketsia menjadi TKI. Tahun itu ia berangkat ke Singapura.

"Awal berangkat sangat berat, karena harus meninggalkan anak usia 1,5 tahun dan suami. Tapi lantaran tuntutan ekonomi keluarga saya pergi," kata dia.

Di Singapura, ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Setelah dua tahun, Ketsia pulang ke Indonesia. Namun ia tak lama-lama bersama keluarganya, ia memutuskan kembali bekerja di luar negeri. Kali ini negara tujuannya adalah Hong Kong.

"Pergi ke Hong Kong itu melalui jalur ilegal dari Jakarta, tapi sampai ke Hong Kong masuk jalur resmi, awalnya memang takut-takut karena ini negara yang berbeda," kata dia.

Ketsia kali ini harus mengurus jompo. Namun ia tak bertahan lama. Ia tak mau dilecehkan oleh tuan rumah.

Kontrak kerja yang baru berumur lima bulan tak ia teruskan. Padahal, saat itu penghasilan yang ia dapat tak seberapa.

Ketsia menjelaskan, selama tujuh bulan pertama, gajinya dipotong oleh agen.

"Saya harus bertahan dengan sisa gaji tersebut. Untung tak lama kemudian saya dapat majikan baru," jelasnya.

Ketsia tak memungkiri rasa kangennya kepada anak dan suaminya selama bekerja di luar negeri. Rasa rindunya sedikit terobati saat mendengar suara suami dan anaknya melalui sambungan telepon.

"Saya berangkat ke Hongkong itu, anak saya yang ke dua baru berusia 1,5 tahun. Saat saya pulang dia tidak mengenali saya, ibunya sendiri," kaya dia.

Ketsia merupakan satu di antara TKI asal Kiawa yang bekerja di luar negeri. Ratusan warga dari daerah ini sekarang bekerja di luar negeri.

Jemmy Suak, Hukum Tua atau Kepala Desa Kiawa Dua, mengatakan, warga dari daerah tersebut mulai bekerja ke luar negeri diperkirakan sejak tahun 1992.

"Tidak tahu yang duluan ke sana siapa, tapi tujuan awal antara Jepang dan Singapura," jelas Jemmy.

Kebanyakan warga yang berangkat ke luar negeri untuk bekerja bermodalkan nekat dan keberanian saja, atau saling mengajak antara teman satu ke teman yang lain, lantaran tidak melanjutkan sekolah ataupun lantaran himpitan ekonomi keluarga.

"Sebab kalau di luar negeri kan gajinya lebih besar dari Indonesia," ujarnya.

Ada beberapa negara yang menjadi tujuan mereka untuk bekerja di antaranya Singapura, Macau, Hong Kong, Brunei Darussalam, Jepang, Cina, Korea, Australia, Kuwait, dan Amerika.

Hal tersebut kemudian terjadi terus menerus, diperkirakan hampir tiap tahun ada saja warga Kiawa yang berangkat ke LN untuk mengadu nasib menjadi TKI.

Mereka bekerja ke luar negeri ada yang melalui jalur resmi, tapi banyak juga yang melalui jalur ilegal.

Danni Assa, warga Kiawa yang pernah bekerja Brunei Darussalam mengatakan, bahwa saat itu pergi bersama beberapa teman-temannya yang lain melalui jalur legal. "Kami pergi tahun 1998 memang untuk bekerja di bengkel," jelasnya.

Belly Suak juga menceritakan saat ia berangkat ke Korea Selatan pada tahun 2005 dan bekerja di pabrik baja.

"Saya pergi ke Korea dengan teman-teman melalui agen di Manado, sebab di kampung tidak hendak melanjutkan kuliah, jadi saya ke luar negeri, dan di sana saya bekerja di pabrik baja," jelasnya.

Namun baru setahun dirinya bekerja di sana, terjadi krisis yang membuatnya harus dikeluarkan dari perusahaan tempatnya bekerja.

"Di sana memang ada tempat khusus untuk pekerja ilegal, dan biasanya perusahaan lebih suka pakai pekerja ilegal dan menggajinya tinggi, lantaran keahlian yang dimiliki daripada pekerja baru," jelasnya.

Di Korea Selatan ia beberapa kali berpindah kerja lantaran ganji yang diberikan kadang tidak sesuai dengan perjanjian kerja.

"Biasanya mereka bodohi kita lantaran kurang kuasai bahasa, makanya kita harus pintar-pintar," jelasnya. Petualangannya di Korea pun berakhir tahun 2010 dan pulang ke Indonesia.

Catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa merupakan 'penyumbang' terbanyak TKI di Sulut. Kemudian secara berturut-turut Kabupaten Minahasa Tenggara, Minahasa Utara, dan Tomohon.

Banyaknya TKI asal Minahasa membuat Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Manado memilih Desa Sendangan Sonder menjadi Desa TKI. Awalnya Kiawa yang akan jadi Desa TKI tersebut, namun kemudian urung.

Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI Manado Rommy Anis mengatakan, pendirian desa itu bertujuan menghimpun potensi para mantan eks TKI untuk didayagunakan membangun desa.

"Mereka punya keahlian yang bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar," kata dia.

Anis menyatakan, desa itu masih rintisan. Penduduknya belum terlalu banyak. "Namun kita punya program untuk menguatkan eksistensi desa tersebut," kata dia.

Terpisah, Supartoyo, Sekretaris Disnakertrans Provinsi Sulut mengatakan, jumlah TKI resmi Sulut terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data Disnakertrans Sulut 2015, TKI berjumlah 320. Tahun sebelumnya masih berjumlah 215.

Dari jumlah 320, lanjut dia, sebanyak 69 adalah pekerja formal. Sedang 251 pekerja nonformal. Kesemua pekerja nonformal tersebut adalah perempuan. Pekerja formal pun didominasi perempuan yakni sebanyak 50 dari 60 pekerja. "70 persen TKI adalah perempuan," ujar dia.

Supartoyo menambahkan, Singapura dan Hong Kong masih menjadi primadona tujuan TKI asal Sulut. Tahun lalu tercatat 190 TKI bekerja di Singapura dan 65 orang ke Hong Kong. (Tribun Manado/Alpen/Arthur)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved