Dua Tulang Punggung Keluarga Telah Pergi, Janji Inul? Mengecewakan

TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Sepuluh hari sudah, Weiby Kaawon dan Syane Kumontoy tak lagi bisa bercengkerama dengan dua anaknya, Silvia Kaawoan dan Brayen Kaawoan.

Kakak beradik yang bekerja di IPDN Kampus Tampusu, Minahasa itu menjadi dua dari 12 korban tewas dalam tragedi kebakaran tempat karaoke, Inul Vizta Manado pada Minggu (25/10) dini hari lalu.

Di rumah mereka di Jaga VI Desa Tampusu Kecamatan Remboken, Minahasa masih terpampang beberapa rangkaian bunga ucapan turut berduka cita.

Suasana makin terasa mengharukan tatkala melihat foto kedua korban masih terpampang di depan jendela. Juga foto-foto mereka masih menempel di dinding rumah.

Tidak mudah melupakan dua anak yang mereka sangat kasihi, apalagi kedua anak mereka ini, selama ini merupakan tulang punggung keluarga.

"Sebenarnya kami berharap merekalah yang akan merawat kami saat tua nanti. Tapi Tuhan berkehendak lain," ucap Weiby, Selasa (3/11).

Kedua anaknya itu sangat rajin bekerja. Weiby dan istrinya pun sangat senang melihat semangat kerja kedua anaknya sehingga kelak ketika Weiby dan istri sudah tua, maka anak-anak itu akan semangat pula merawatnya.

"Dia (Silvia) dan adiknya (Brayen) sangat rajin. Apalagi Silvia, sebelum bekerja di IPDN, ia sempat bekerja di bioskop selama sekitar 6 tahun. Tapi dua kali berhenti, karena saya kasihan dia harus kos, dan kerja malam," ungkapnya.

Sebenarnya, lanjut dia, Silvia mengaku masih suka bekerja di bioskop.

Namun ketika bos bioskop kembali memanggilnya, Weiby memilih melarang Silvia kembali bekerja.

Hingga akhirnya ada lowongan masuk di IPDN.

"Dia masuk di situ, dan saya bersyukur dia bisa diterima di situ. Adiknya juga masuk sebagai Pamdal di IPDN," ujarnya.

Diceritakannya pula, bahwa dua anaknya ini merupakan anak yang suka membantu orangtua.

"Setiap terima gaji, mereka selalu berikan ke orangtua. Kalau orangtua ada perlu, apalagi soal uang, mereka cepat sekali membantu tanpa perhitungan. Begitu juga antar mereka berdua, selalu saling membantu," kenang Weiby.

Namun baru saja bekerja sekitar dua bulan di IPDN, kebakaran di tempat karaoke merenggut nyawa mereka. Kini semuanya tinggal kenangan.

Sementara Brayen di mata Weiby dikenal sangat suka berolahraga khususnya voli.

"Beberapa olahraga dia geluti, tapi lebih suka voli. Biasanya kalau piket, dia tetap ambil waktu beberapa jam untuk main voli, setelah itu kembali lagi. Sampai terakhir bola volinya dan baju olahraganya kami masukkan ke dalam peti," jelas dia.

Kesedihan lain yang menghinggapi Weiby dan istrinya adalah, anak sulungnya, Melky Kaawoan belum tahu kabar jika kedua adiknya menjadi korban kebakaran Inul Vizta Manado.

"Kami belum sempat memberitahukan kepada kakak mereka, lantaran kakak mereka bekerja di kapal. Kakaknya baru akan turun (kapal sandar di Bali) nanti Desember," katanya.

Weiby berencana ke Bali, tempat sandar kapal.

"Tapi saya mau selesaikan dulu, pembuatan kubur, dan mingguan, baru nanti dipikirkan untuk cari, sebab bagaimanapun kakak mereka harus tahu," ujarnya.

Sementara itu, Syane Kumontoy, ibu kedua korban terlihat sangat sedih.

"Silvia kalau pakai pakaian, selalu minta pendapat sama papanya," kenang dia.

Ia menambahkan, kini semua barang berupa pakaian dan tempat tidur kedua anaknya tersebut sudah dirapikan.

"Seminggu yang lalu kami rapikan," ujarnya.

Di balik keikhlasan mereka menerima kepergian dua anak mereka, terselip rasa kecewa terhadap pengelola Inul Vizta Manado yang hingga saat ini belum kunjung datang ke rumah mereka.

"Kami kecewa, lantaran mereka sudah janji datang beberapa waktu lalu, dan kami sudah menunggu sampai tengah malam, namun belum datang juga," jelas Weiby.

Menurut informasi yang mereka dapat, bahwa menajemen Inul Vizta akan datang pada hari Kamis ini.

"Informasinya seperti itu, tapi kami belum tahu juga apakah betul akan datang atau tidak," tandasnya. (Tribun Manado/Alpen Martinus)