Berkat Sampiri Michael ke Inggris
Melestarikan lingkungan hidup bukan pekerjaan mudah, namun bukan mustahil juga.
Penulis: Finneke | Editor:
Laporan wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Melestarikan lingkungan hidup bukan pekerjaan mudah, namun bukan mustahil juga.
SEPERTI yang dilakukan Michael Wangko. Berkat kecintaannya pada alam, ia dimulai melakukan sejak masih bersatus mahasiswa. Pria 42 tahun ini menjadi anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di Universitas Sam Ratulangi Manado. Sejak masih mahasiswa, ia telah mengikuti berbagai kegiatan penyelamatan hutan.
Michael kemudian ikut survei di gugusan pulau di ujung utara Sulut atau dikenal dengan Nusa Utara. Survei waktu itu dilakukan di Talaud. Dari hasil survei tersebut, menyatakan bahwa Talaud darurat konservasi.
"Waktu itu kondisi alam maupun populasi hewan di Talaud sudah darurat. Dari situ kami mulai giat melakukan kampanye tentang perlindungan burung-burung dan kawasan konservasi," ujar pria murah senyum ini Juli 2015 lalu.
Dari situ, ia menetapkan komitmennya untuk mengabdikan diri membenahi alam Talaud yang telah rusak parah itu. Konservasi alam dilakukannya bersama beberapa rekan.
Bahkan tak pernah terpikirkan oleh Michael, burung kecil nan imut Sampiri akan membawanya hingga ke Inggris. Berkat ketekunannya melestarikan nuri khas Talaud ini, ia berkesempatan mendapat ilmu di negeri Ratu Elizabeth.
Usaha Michael menarik perhatian negara luar. Ia kemudian diundang untuk mengikuti workshop di Inggris. Di saat itu pula, Michael mendapat penghargaan karena aksi penyelamatannya pada Sampiri tersebut.
"Sampiri ini adalah burung khas Talaud, yang tak ada di tempat lain. Dan penghargaan Sampiri itu merupakan penghargaan pertama di dunia. Saya bersyukur diberi kesempatan untuk ke sana," tuturnya.
Penghargaan dan kesempatan ke Inggris itu membuat Michael semakin termotivasi untuk menyelamatkan Sampiri yang nyaris punah itu. Selain burung, juga kawasan-kawasan konservasi di Talaud. "Saya menetapkan hati mengabdikan diri di Talaud. Menyelamatkan alam yang nyaris rusak. Saya menetap di sini," tuturnya.
Ia dan istrinya kemudian menetap di Talaud, yang sebelumnya tinggal di Manado. Hasil kerja keras Michael tak sia-sia. Kini Sampiri dan alam di Talaud telah terselamatnya.
"Bersyukur saat ini usaha-usaha yang telah dilakukan telah berbuah manis. Populasi Sampiri terselamatkan. Alam di Talaud telah pulih. Saya berharap kondisi seperti ini akan berlangsung terus," tuturnya.
Sebagai konservator, Michael tak pernah digaji. Ia hanya bekerja sesuai panggilan hatinya untuk menyelamatkan alam. Ia menilai, pemerintah serta warga memang belum sadar betul akan kondisi alamnya.
"Saya bekerja sesuai panggilan hati saja. Pemerintah dan sebagian warga belum menyadari betapa pentingnya alam kita untuk dijaga. Namun jika tak ada yang bergerak, siapa yang akan melakukannya," tuturnya.
Untuk menunjang kinerjanya sebagai seorang konservator, Michael mendirikan Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang diberi nama Kompak Karakelang. KPA yang beranggotakan 40 orang ini membantu Michael melestarikan alam di Talaud.
"KPA Kompak hadir untuk turut menyelamatkan alam di Talaud. Kami bekerja tanpa imbalan apa-apa. Para anggota yang awalnya cuek dengan alam, kini punya kesadaran yang tinggi dengan alamnya. Mereka tergerak dengan aksi konservasi di Talaud," tuturnya.
Michale berharap, ke depan baik pemerintah maupun masyarakat, agar menjaga alam Talaud dengan baik. Kawasan hutan sebagai habitat flora dan fauna itu, kata dia, sangat penting sebagai penyangga pulau itu.
"Khusus untuk flora dan fauna endemik agar dijaga dengan baik, seperti Sampiri. Dijaga dilindungi agar bisa lestari. Masyarakat dan pemerintah turut berperan untuk kelestarian alam," tutupnya.