Renungan Minggu
Tak Selamanya Lautan Tetap Tenang
MENJADI orang yang percaya kepada TUHAN tidak berarti segalanya pasti mulus, bebas dari segala macam hambatan, tantangan dan hambatan.
Penulis: | Editor:
Oleh: Pdt Dr Nico Gara MA
Bacaan: Mazmur 36
MENJADI orang yang percaya kepada TUHAN tidak berarti segalanya pasti mulus, bebas dari segala macam hambatan, tantangan dan hambatan.
Persoalannya bukanlah pada apakah ada tantangan atau ancaman. Sebab selalu saja akan ada tantangan dan bahkan ancaman dalam hidup ini.
Yang menjadi masalah bagi kita adalah: bagaimanakah kita menghadapi tantangan itu?
Inilah yang bisa kita belajar dari Mazmur 36. Mazmur ini ni berasal dari orang percaya, umat TUHAN, sebagaimana terlukis dalam puji-pujiannya kepada TUHAN dalam ayat 5 sampai 9. Ia juga adalah orang yang mengenal keadilan TUHAN, dan yang tulus hati (ayat 10-11).
Apakah dengan begitu menjadi jaminan bahwa pemazmur bebas atau steril dari tantangan? Ternyata tidak! Ayat 12 berisikan permohonan dari pemazmur agar dihindarkan dari orang-orang congkak yang hendak menindas dan mengusir umat-Nya.
Siapakah orang-orang yang hendak menindas dan mengusir mereka? Dalam ayat 1 - 4 disebut orang fasik, artinya orang yang tahu tentang Allah, tetapi tidak melakukan kehendakNya. Mereka adalah orang-orang yang hatinya dikuasai dosa.
Hati dalam konsep penulis-penulis Alkitab adalah pusat keinginan manusia. Jadi keinginan mereka memang sudah dikuasai dosa. Karena keinginannya sudah dikuasai oleh dosa, maka mereka tidak takut akan Allah.
Mereka tahu mereka berbuat salah di hadapan manusia dan TUHAN, tetapi mereka membujuk atau menipu diri sendiri tentang kesalahan itu, sampai ada yang menemukan kesalahannya.
Hal ini mengingatkan kita pada apa yang dikatakan dalam 1 Yohanes 1:8 "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita."
Orang fasik itu adalah juga mereka yang perkataannya berisi kejahatan dan tipu daya, tidak bijaksana, tidak berbuat baik dan rancangannya adalah kejahatan.
Dari uraian tentang "orang fasik" tersebut maka kita bisa memahami bahwa pemazmur atau mereka yang percaya kepada TUHAN mengalami kesulitan yang luar biasa karena berhadapan dengan orang yang tidak mengenal belas kasihan, karena rancangan mereka hanyalah kejahatan belaka.
Bagaimana pemazmur menghadapi kenyataan yang sama? Sebagaimana juga pemazmur yang lain, antara lain Mazmur 35 yang menjadi bacaan minggu lalu, maka di sini pemazmur menyampaikan atau menceritakan masalahnya kepada TUHAN Allah. Isi dari doa pemazmur itulah yang kita baca dari ayat 5-9.
Dalam doanya pemazmur memuji kasih, kesetiaan, keadilan dan hukum TUHAN yang menyelamatkan manusia, karena kasih setia TUHAN adalah perlindungan bagi manusia dan kebutuhan hidup manusia, sebab TUHAN Allah adalah sumber hayat dan terang.
Inilah ungkapan iman pemazmur. Karena keyakinan imannya itulah maka dia datang kepada TUHAN dalam doanya.
Bertolak dari iman itu, maka pemazmur mengajukan permohonannya kepada TUHAN, dalam ayat 10-11, agar TUHAN melanjutkan kasih setiaNya bagi orang yang mengenal keadilanNya dan yang tulus hati, serta menghindarkan mereka dari orang-orang congkak yang hendak menindas dan mengusir mereka.
Bagian akhir dari doanya pemazmur kembali menyatakan keyakinannya bahwa orang-orang fasik itu sekali kelak akan jatuh terbanting dan tidak akan bangun lagi.
Jadi kebalikan dari orang yang berharap kepada TUHAN, yang tahan bantingan, maka orang-orang fasik adalah orang-orang yang tidak tahan bantingan. Sekali jatuh, tak bisa bangun lagi.
Sering terjadi, bila kita menghadapi orang fasik yang hendak mencelakai kita, maka kita cenderung untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, dengan dalih untuk membela diri.
Artinya, kita melakukan tindakan balas dendam. Jika demikian halnya, maka kita sudah berbalik menjadi "orang fasik", yaitu orang yang mengenal Allah, tahu tentang kehendak TUHAN, tetapi kita sendiri tidak melakukannya. Kalau begitu maka kitapun menjadi orang yang tidak tahan bantingan, hingga akhirnya jatuh dan tidak bisa bangun lagi.
Menjadi orang yang beriman berarti menjadi orang yang tahan bantingan. Untuk bisa tahan bantingan, maka kita mesti meyakini akan keadilan TUHAN, dengan tulus melakukan kehendak TUHAN, percaya akan campur tangan TUHAN.
Di minggu-minggu sengsara ini, kita juga hendak merenungkan dan belajar lagi dari Kristus yang dengan rela menderita sengsara demi kesetiaan dan ketaatanNya kepada Sang Bapa.
Kita juga diajarkan dari bagian Alkitab ini untuk tidak membalas dendam, jika kita mengalami tekanan dari "orang fasik" yang ada di sekitar kita. Hal ini sejalan pula dengan nasehat Paulus kepada Jemaat di Roma sebagaimana disebutkan dalam Roma 12:9-21
19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!
Sebab itu serahkanlah semua kekuatiranmu kepada Allah, demikianlah nasehat Rasul Petrus dalam 1Pe 5:7, sebab Ia yang memelihara kamu. Amin. (*)
Ikuti berita-berita terbaru di tribunmanado.co.id, menyajikan lengkap berita-berita nasional, olah raga maupun berita-berita Manado online. Follow Twitter @Tribun_Manado dan Like fanpage kami di Tribun Manado Sharing Community. TribunManadoNomor1