Tribun Manado Travel
Watu Pinawetengan, Tempat Pembagian Wilayah 9 Suku Minahasa
Awal mula peradaban suku Minahasa di Sulawesi Utara dimulai dari sebuah batu raksasa yang telah dijadikan situs budaya kini.
Penulis: Finneke | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID,TRAVEL, MINAHASA - Awal mula peradaban suku Minahasa di Sulawesi Utara dimulai dari sebuah batu raksasa yang telah dijadikan situs budaya kini. Watu Pinawetengan namanya, berlokasi di Desa Pinawetengan, Kecamatan Tompaso, Minahasa.
Dalam bahasa Minahasa, Watu berarti batu. Pinawetengan berarti tempat pembagian. Jadi Watu Pinawetengan berarti tempat pembagian. Menurut makna tua Minahasa, Pinawetengan juga berarti janji.
Di batu inilah terjadi musyawarah pembagian wilayah sembilan sub etnis Minahasa oleh leluhur bangsa Minahasa. Sembilan sub etnis tersebut di antaranya Tountemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour, Tonsawang, Pasang, Penosakan, Bantik dan Siau.
Terletak di kaki pegunungan Manimporok, terdapat sejumlah bangunan beton yang dicat putih merah. Bangunan utama seluas sekitar enam kali enam meter berdiri. Atapnya menyerupai bagian atas Waruga (kuburan batu khas Minahasa)dan terdapat patung burung Manguni atau burung hantu.

TRIBUNMANADO/FINNEKE WOLAJAN
Dalam bangunan itulah terdapat batu yang selama ribuan tahun terus dirawat karena erat kaitan dengan sejarah Minahasa. Batu ini berbentuk seperti batu pada umumnya.
Namun ukurannya cukup besar dengan panjang sekitar empat meter, lebar dua meter, dan tinggi sekitar satu setengah meter. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, bentuk batu ini seperti orang yang bersujud pada Tuhan.
Juga batu ini seperti bentuk peta Minahasa. Batu ini bisa dikatakan tonggak berdirinya sub etnis yang ada di Minahasa dan menurut kepercayaan penduduk berada di tengah-tengah pulau Minahasa.
Terdapat guratan buah tangan manusia di permukaan batu ini. Goresan di batu ini dipercaya sebagai hasil perundingan suku-suku itu. Bentuknya beraneka ragam yang diartikan sebagai simbol dari manusia pertama Minahasa. Yakni simbol laki-laki yang bernama Toar, dan perempuan yang bernama Lumimuut. Serta guratan tak beraturan tanpa makna.

TRIBUNMANADO/FINNEKE WOLAJAN
Selain awalnya digunakan sebagai tempat bermusyawarah membagi wilayah suku Minahasa, Watu Pinawetengan juga digunakan sebagai tempat pertemuan keluarga Minahasa. Hal ini dilakukan sebagai ajang untuk mempererat tali kekeluargaan antar sesamanya.
"Dari pertemuan-pertemuan tersebut, tercetus beberapa amanat seperti Masawang-sawangan yang artinya cipta rasa saling tolong menolong. Masasan yang artinya cipta rasa persatuan dan kesatuan, serta maleos-leosan yang berarti saling berbuat baik," ujar Ari Ratumbanua, sang juru kunci.
Cagar budaya yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 ini berdiri megah seolah menatap sebagian besar wilayah Minahasa. Dari tempat tersebut bisa dilihat Danau Tondano, hamparan perkebunan warga dan beberapa perkampungan. Seolah menjadi tempat ideal untuk membagi daerah seperti yang dikisahkan dalam legenda Toar-Lumimuut.
"Ada tiga alasan kenapa pegunungan Manimporok ini dijadikan lokasi pembagian tersebut. Faktor tersebut antara lain dekatnya lokasi perbukitan dengan sumber mata air, dianggap sebagai lokasi yang berada di tengah-tengah wilayah Minahasa, dan tidak adanya gangguan," ujar Ari lagi.
Situs ini menjadi satu di antara destinasi wisata favorit di Minahasa. Tak hanya warga Minahasa, wisatawan dari daerah lain, maupun manca negara berkunjung ke sini. Ada juga kelompok warga yang rutin mengunjungi tempat tersebut.