Wali Kota Manado Kembali tak Hadir di Sidang Korupsi Youth Center
Wali Kota Manado Vicky Lumentut kembali tak hadir dalam persidangan kasus korupsi pembangunan gedung Youth Centre.
Penulis: Finneke | Editor:
Laporan wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Wali Kota Manado Vicky Lumentut kembali tak hadir dalam persidangan kasus korupsi pembangunan gedung Youth Centre yang digelar di Pengadilan Tipikor Manado. Pada sidang Senin (13/4), kali kedua Wali Kota tak hadir, dengan alasan sedang tugas ke luar kota.
Sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Ronny Eman yang rencananya dihadiri lima saksi, hanya empat yang bisa. Seorang gadis cantik menjadi perhatian dalam sidang tersebut. Pricillia Mangundap, mantan pegawai administrasi PT Radema Sembada Laksa memberikan keterang.
Dalam perusahaan tersebut, kata dia, pengambil semua keputusan adalah Frank Sondakh, meski Direktur yang menjabat saat itu adalah Djufry Umar. Semua uang proyek yang dibutuhkan dalam pembangunan, ujarnya berasal dari Frank Sondakh. Pricillia mengaku hanya tahu bahwa itu itu dari Frank, tanpa tahu sumbernya dari mana. "Semua uang proyek diambil dari bos Frank Sondakh. Mulai dari awal pembangunan, hingga selesai," ucapnya.
Selama bekerja di perusahan tersebut dari
Agustus 2012 hingga Maret 2013, Pricillia digaji sebesar Rp 2 juta. Sementara sepengetahuannya, Djufry Umar digaji Rp 4 juta. Dikatakannya, jika akan lakukan pembelian, Pricillia membuat Permohonan Pembelian (PP) yang ditujukan pada James Tsuneo selaku Manager Keuangan.
"Ditujukan ke Pak Tsuneo, lalu di-acc pak Franky. Pencairan lewat ke Pak Djufry Umar. Semua uang-uang ada di pusat. Kalau kita butuh uang untuk pembangunan, dibuat PPnya dulu baru dikirim, lewat pa Djufry Umar," jelasnya.
Dalam sidang tersebut, dihadirkan juga panitia pembangunan yakni Rolly Sendo, Semar Balembangan dan Benedictus Salindeho yang memberi keterangan yang tak jauh dari dakwaan yang diberikan JPU. Keempatnya juga bersaksi pada terdakwa lainnya, Djufry Umar pada sidang terpisah.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Verra Lynda Lihawa, yang beranggota Djainuddin Karanggusi, dan Wenny Nanda, serta Panitera Pengganti (PP) Nancy Tiwow tersebut pun ditunda pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Romy Johanes, menjelaskan bahwa dalam pelaksaan pembangunan gelanggang pemuda terdakwa Eman tidak melaksanakan sesuai ketentuan, malahan terdakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pembangunan tersebut. Hal yang sama juga didakwa JPU pada Djufry Umar.
Kerugian negara mencapai Rp 1 miliar. Akibat perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 14 Udang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang peubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.