Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Renungan Minggu

Solidaritas yang Dikehendaki Yesus

DI zaman yang semakin sekuler dan individualistik ini apakah solidaritas itu masih merupakan sesuatu yang penting!

Penulis: Christian_Wayongkere | Editor:
ilustrasi 

Oleh: Pdt Franky P Kalalo MTh, Ketua BPMW Bitung III, BPMJ GMIM Yobel dan Ketua FKUB Bitung.

Matius 9:27-38

DI zaman yang semakin sekuler dan individualistik ini apakah solidaritas itu masih merupakan sesuatu yang penting! Dan perlu? Melihat tren perubahan gaya hidup orang di jaman sekarang, barangkali solidaritas itu kelak hanya akan menjadi “barang langka” yang orang nanti akan mengatakan dulu....pernah ada falsafah Si tou timou tumou tou, atau slogan Torang samua basudara.

Mengapa demikian? Perhatikan! Sekarang orang gampang cemburu marah dan menusuk orang lain sekalipun itu adalah pacar, isteri atau bekas pacar dan isteri. Orang Cuma karena salah bicara atau persoalan sepele bisa kena tikam. Masyarakat yang marah dengan begal motormenangkap dan membunuh begal motor dengan membakarnya tanpa ampun. Ada pengemudi mobil bisa dengan dinginya menabrak seseorang dan menyeretnya dengan kendaraan sampai mati sejauh 30 km. Orang bisa akan saling bunuh karena memperebutkan batu akik yang mungkin berharga. Orang bisa seenaknya membunuh atas nama agama dengan menggorok leher orang lain dengan dinginnya. Atau barangkali solidaritas itu dengan mudah kita temukan di kalangan gang ABG yang tidak rela teman mereka disakiti dan kemudian mencari beramai ramai dan melabrak musuh mereka dan mempermak samapai babak belur sekalipun kemudian memancing terjadinya tawuran antar kampung. Atau juga orang dengan enaknya menjadi seperti sniper panah wayer yang kemudian melukai orang tak bersalah. Atau konvoi yang membawa jenasah atas nama solidaritas sekalipun sambil teriak teriak, maki orang lain menakutkan para pengguna jalan dan merusak kendaraan orang lain. Atau solidaritas ketika ramai ramai satu institusi saling membela institusi dan manjatuhkan orang lain dengan kekuatan politik dan kekuasaan atau nama korps dan kemudian saling merusak tatanan sosial kemasyarakatan yang ada. Lebih hebat lagi kemudian sperti menjadi “pahlawan iman” atas nama solidaritas agama menyerang dan membunuh orang yang beragama lain. Tanpa peduli dengan akibatnya yang bisa merusak keutuhan berbangsa dan bernegara.

Ahhh... tapi kita juga masih bisa menyaksikan dalam berbagai moment ada praktek solidaritas misalnya bertepatan dengan momen hari keagamaan dan kemudian banyaklah sekelompok anak muda yang sudah berbau alkohol memakai kostum opa opa dan hitam-hitam, bawa hadiah kepada anak-anak yang menerima dengan totofore muka pucat ketakutan. Dan lagi hari keagamaan dijadikan moment mengunjungi berbagai lembaga sosial dan membawa bantuan beras atau supermi dan kemudian nanti datang lagi tahun depan untuk membawa bantuan yang sama. Mungkin juga solidaritas dengan mengumpulkan orang sampai berjumlah ribuan dan kemudian mereka akan berebutan dan sambil saling sikut, terinjak injak dan kemudian ada yang mati lemas atau sukur-sukur masih bisa diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit Hal ini terjadi karena solidaritas yang dihayati dan dipraktekkan secara sempit, bersifat parsial (sepotong-sepotong), tidak menyeluruh dan tidak utuh. Dalam beberapa bulan ke depan Kita akan banyak pergerakan orang seperti ini berjalan masuk sampai ke kampung terpencil, masuk keluar lorong sambil “berkenalan” menjalin persahabatan supaya dikenali masyarakat.

Dalam pembacaan Firman Tuhan kita, yang dimaksud oleh penginjil Matius sebagai sebuah solidaritas itu haruslah bersifat menyeluruh atau Holistik. Yesus berjalan berkeliling dari satu kampung ke kampung yang lain, ke gunung, lereng lereng, tempat yang sunyi, ke tepi danau membelah danau pergi ke daerah terpencil. Bergerak kearah yang tidak “seharusnya” daerah orang yang sudah dianggap haram orang Samaria. Yesus berjumpa dengan orang baik-baik tapi juga bercakap-cakap makan bersama orang berdosa penyamun, pemabuk, pelacur, pemungut cukai, sampah-sampah masyarakat. Keterlaluan!!! menurut orang-orang “bae-bae” Farisi dan para Imam. Ini solidaritas yang berdosa solidaritas yang tidak mengikuti tradisi pikir mereka. Dan Yesus harius dihukum karena mempraktekkan solidaritas yang tidak mengikuti pikiran mereka!!!

padahal, Yesus tanpa memandang latar belakang sosial, di pasar, di ladang, di rumah-rumah dan di Bait Allah. Ia melayani melintasi suku, budaya, sosial dan ekonomi. Di tempat-tempat itu Ia menunjukkan Solidaritas yang utuh dan mengutuhkan, karena Ia tidak hanya mengajar (Yun : didasko) untuk merobah paradigma, tabiat kebiasaan yang juga mencakup aspek pendidikan, dalam rumah-rumah ibadah, tapi juga mem beritakan (Yun : kerusso), yakni pemberitaan Injil Kerajaan Sorga dan menyembuhkan (Yun : therapeou ), yakni pelayanan kesehatan untuk melenyapkan segala penyakit (Yun : nosos) dan kelemahan (Yun : malakea). Semua itu dilakukan karena digerakkan oleh belas kasih-Nya atau Solidaritas-Nya. Orang cacat dipulihkan dalam hubungan dengan Allah karena ada pemahaman umum waktu itu bahwa penyakit adalah akibat dosa dan kutukan Tuhan. Demikianpun yang dilakukan Yesus pada orang bisu yang kerasukan setan, dapat berbicara. Aspek mental ia kembali memiliki dignity harga diri, juga dalam aspek rohani ia dilepaskan dari kuasa jahat agar dapat berkomunikasi dengan Allah dan sesama. Pelayanan Yesus yang Holistik (utuh dan mengutuhkan) karena belas kasih-Nya tetap dilakukan dalam ketaatan kepada Bapa di Sorga sekalipun harus menderita karena dihantam kritikan dan celaan dari orang-orang Farisi (ayt 34).

Panggilan kita untuk selalu solider dengan orang sakit, cacat dan mereka yang lemah dan termarjinal. Orang-orang sakit dan miskin setiap hari kita jumpai di mana mana. Mereka akan selalu ada di sekitar kita. Dari jaman dahulu kita selalu menyaksikan kelompok kecil masayarakat seperti ini menjadi bahagian dalam kehidupan sosial. Pertanyaan apakah tugas kita untuk kemudian harus memberi perhatian, menolong, membebaskan mereka dari segala kelemahan mereka? Ya..itu pasti! Akan tetapi yang paling utama adalah bagaiamana cara kita memandang memperlakukan dan menyikapi mereka sebagai bagian dari kehidupan kita, yang harus mendapatkan pertolongan yang tidak hanya bersifat temporer seperti memberi uang kepada pengemis di jalan dan sesudah itu bagaimana? Yesus menghadirkan mujizat kesumbuhan kelepasan yang bersifat permanen kepada mereka dengan memperkenalkan Syalom Allah. Yesus menghendaki kita untuk mengasihi mereka. Memperlakukan mereka sebagai bagian daripada diri ita sendiri, sebagai sahabat sebagai saudara dan bukan sebagai kelompok masyrakat yang cuma perlu dikasihani, sehingga kita cukup memberi mereka sesuatu asalkan mereka jangan mati kelaparan atau sakit. Tetapi Syalom Allah khabar baik khabar sukacita pengorbanan Yesus bukan hanya sebuah cerita manis yang dikhotbahkan kepada jemaat di mimbar-mimbar gereja. Tapi kemudian menjadikan jemaat kita mau peduli dan pada gilirannya mengangap kalau mereka sakit, lemah menderita maka kita juga turut lemah sakit dan menderita. Sehingga Khabar Baik Yesus sebagai Tuhan Juruselamat dunia, mampu melepaskan mereka dari kelemahan mereka, mampu “membuka” mata mereka hingga mereka dapat melihat dan bengkit dari kelemahan mereka dan hidup mandiri keluar dari “penjara” yang membatasi ruang gerak kehidupan mereka.

Untuk itu dibutuhkan orang yang mau Solid dengan mereka, sehati sepirkir, seperasaan dengan mereka. Banyak orang yang matanya tidak buta mulutnya tidak bisu, tubuhnya tidak memiliki kelemahan dan kecacatan sedikitpiun akan tetapi pada dasarnya mereka “buta hati”, ” pikiran pende” “payah mental”, Orang “cacat” seperti ini semakin banyak didunia akhir-akhir ini karena memang nubuatan firman mengatakan “kasih semakin berkurang, dingin, kejahatan semakin merajalela”.

Kita butuh Dokter di atas segala Dokter yang bukan hanya sanggup menyembuhkan sakit fisik tapi juga sakit psikis. Sekali lagi Yesus butuh partner kawan sekerja yang mau dipanggil untuk pergi mengasihi mereka, yang mempedulikan mereka, seperti Yesus yang tergerak oleh belas kasihNya untuk menyelamatkan mereka supaya mereka tidak binasa untuk selama-lamanya. Kekuatan yang terbsar di dunia ini adalah KASIH ALLAH yang telah DIA berikan kepada kita semua untuk dapat memberitakan Pembebasan dan Kelepasan. Dan kabar baiknya itu semua masih ada dan cuma ada di dalam DIA. Selamat solider; peduli, menyayangi, mengasihi. Amin. (tribunmanado/christian wayongkere)

Ikuti berita-berita terbaru di tribunmanado.co.id yang senantiasa menyajikan secara lengkap berita-berita nasional, olah raga maupun berita-berita Manado online.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved