Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Guru Terpencil

Guru Ini Pilih Mengajar di Pedalaman Boltim

Profesi guru dinilai mulia karena mampu membuka cakrawala berpikir generasi muda.

Penulis: Aldi Ponge | Editor: Fransiska_Noel
zoom-inlihat foto Guru Ini Pilih Mengajar di Pedalaman Boltim
TRIBUNMANADO/ALDI PONGE
Seprianto Metuak, guru yang memilih mengajar di pedalaman Boltim.

Laporan Wartawan Tribun Manado, Aldi Ponge

TRIBUNMANADO.CO.ID, TUTUYAN - Profesi guru dinilai mulia karena mampu membuka cakrawala berpikir generasi muda. Tak jarang profesi ini selalu dianggap pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun disaat ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang tahun ini diperingati pada Selasa (25/11). Imej pahlawan tanda jasa tampak mulai luntur di Kabupaten Boltim.

Pasalnya sebagian pengajar menjadikan profesi sebagai sumber mata pencaharian bukan sebagai tempat untuk mengabdi. Mereka dinilai lebih menyibukkan diri pada peningkatan kesejateraan hidupnya ketimbang aktivitas mendidik dan mengajar siswa.

Proses belajar mengajar seolah hanya sebuah seremoni yang harus dijalani. Tak jarang semakin banyak generasi muda terjerumus, karena proses pengajaran tak lagi menyentuh hati. Mereka lebih memilih bertugas di perkotaan yang sudah kelebihan guru. Banyak pula yang menolak bertugas di daerah terpencil.

Namun masih ada pula para umar Bakri ini justru rela mengabdikan diri mereka di daerah-daerah terpencil demi mencerdaskan anak bangsa. "Saya bukan asli Boltim, tak ada keluarga di sini. Saya datang ke sini dan ingin mengajar sesuai panggilan hati jadi ketika ditempatkan di daerah terpencil saya tak mempermasalahkan," kata Guru SD Jiko Belanga bernama Seprianto Metuak, pada Selasa (25/11/2014).

Pria lajang kelahiran Kabupaten Talaud ini mengakui kisah awal tiga tahun silam saat tiba di Desa Jiko Belanga. Jarak menuju desa dan fasilitas didesa tersebut nyaris saja membuatnya mundur dari komitmennya untuk mendidik. Tak ada jaringan listrik, jaringan telepon bahkan harus menggunakan kapal laut untuk tiba ke desa tersebut.

"Namun melihat anak-anak didik, hati saya tergugah dan memilih tetap tinggal. Sekarang saya fokus pada pengabdian ini. Walaupun penghasilan tidak seberapa dengan biaya hidup. Saya rindu melihat siswa saya ada yang sukses," katanya.

Katanya, akses jalan darat hingga kini belum bisa dilalui secara normal karena sementara dalam pembangunan. Tak jarang harus mengeluarkan penghasilannya hingga Rp 600 ribu untuk sekali perjalanan ke Ibukota Kabupaten. "Saya berharap pemerintah bisa memberi kemudahan bagi guru-guru didaerah terpencil mendapat fasilitas memadai sehingga tidak kalah informasi dengan guru-guru diperkotaan," tuturnya.

Kepala Dinas Pendidikan Yusri Damopolii mengungkapkan Kabupaten Boltim memiliki 732 orang guru berstatus Pegawai Negari Sipil, dan 42 PNS dari Kementerian Agama. Sedangkan guru honorer sebanyak 122 orang. "Boltim masih membutuhkan 203 orang guru untuk mengajar di 89 sekolah di Boltim. Sudah 80 persen guru bergelar S1 dan 279 orang guru bersertifikasi," terangnya.

Dia mengakui kualitas guru di Boltim belum sesuai harapan. Katanya, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja para pendidik tersebut. Tahun depan pihanya mengandalkan dua program utama untuk peningkatan sumber daya pendidik.

"Ada program unggulan untuk guru di jenjang SMP dam SMA yakni magang guru di sekolah unggulan selama sebulan dan Ada juga program in on guru yang akan bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk mendidik guru. Kalau hanya pelatihan tak efektif," terangnya.

Untuk kesejateraan guru pihaknya mendorong semua guru untuk mengikuti program sertifikasi guru. Pihaknya pun menyediakan tunjangan Tambahan Penghasilan (TTP) Guru. Untuk guru bersertifikasi mendapat Rp 250 ribu dan guru non sertifikasi Rp 600 ribu per bulan. Sedangkan guru honorer hanya Rp 500 ribu untuk SD, Rp 600 untuk SMP dan Rp 700 ribu untuk SMA.

"Tahun depan kita akan bedakan Tunjangan guru di perkotaan dan pedesaan. Ada empat zona yang kita sediakan yakni Desa Bukaka, Jikobelanga dan Kokapoi masuk zona satu kajiannya kita berencana akan berikan Rp 2 juta perbulan," bebernya.

Untuk zona dua yakni Desa Matabulu, Idumum, Iyok, Loyow, Jiko Molobog dan Buyandi rencananya akan dinaikkan hingga Rp 1,5 juta. Zona Tiga yakni Mooat bersatu, Atoga, Tobongon, Badaro, Motongkad, Molobog, Nuangan, dan Bai tunjangannya direncanakan hingga Rp 900 ribu. "Modayag bersatu diperkotaan, Kecamatan Kotabunan dan Tutuyan antara Rp 400 ribu hingga Rp 700 ribu," bebernya. (tribunmanado/aldi ponge)

Ikuti berita ini di topik: Kisah Guru Terpencil dan Ikuti berita-berita terbaru di tribunmanado.co.id yang senantiasa menyajikan secara lengkap berita-berita nasional, olah raga maupun berita-berita Manado terkini.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved