Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gunung Api

Manajemen Bencana Gunung Berapi Perlu Diperbaiki

Selain itu, kata dia, pengalaman di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menunjukkan struktur Badan

Editor:
SURYA / HAYU YUDHA PRABOWO
Kondisi perkampungan yang tertimbun abu vulkanik Gunung Kelud di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Sabtu (15/2/2014). Dua hari pascaerupsi Gunung Kelud, sejumlah warga mulai berani kembali ke rumah untuk melihat kondisi rumah dan hewan ternaknya. 

TRIBUNMANADO.CO.ID- Manajemen bencana gunung berapi sebelum terjadi letusan perlu diperbaiki terutama terkait dengan kesiagaan dan kepatuhan masyarakat, kata Ketua Magister Manajemen Bencana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sudibyakto.

"Sistem informasi peringatan dini bencana gunung berapi sebelum meletus sudah berjalan baik tetapi kurang disosialisasikan dan masih kurangnya infrastruktur pendukung," kata Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu di Yogyakarta, Senin.

Selain itu, kata dia, pengalaman di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menunjukkan struktur Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) belum terbentuk dan aspek pendanaan sangat lemah.

"Pemerintah daerah juga terkesan masih gagap dalam penanganan bencana erupsi gunung berapi Sinabung dan Kelud, terutama fase tanggap darurat," kata mantan Kepala Pusat Studi Bencana Alam UGM itu.

Oleh karena itu, menurut dia, ke depan perlu disiapkan divisi perencanaan, operasi logistik, dan keuangan. Aspek yang juga penting adalah integrasi manajemen bencana berbasis masyarakat dengan didukung database kependudukan daerah rawan bencana.

Peneliti Pusat Studi Bencana Alam UGM Junun Sartohadi mengatakan bahwa salah satu dampak yang perlu dikhawatirkan pascaerupsi Gunung Kelud di Jawa Timur adalah potensi turunnya banjir lahar dingin.

Menurut dia, hal itu disebabkan sebanyak 18 sungai yang berhulu di lereng atas Gunung Kelud berpotensi terhadap bahaya sekunder lahar, yakni terdapat 28 desa terlewati oleh sungai-sungai tersebut.

"Dari 28 desa yang terlewati sungai-sungai tersebut hanya terdapat delapan desa yang sudah dilengkapi dengan bangunan pengendali sedimen untuk mengantisipasi lahar dan sisanya tidak dilengkapi sabo dam," katanya.(antara)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved