Sejarah Permesta
Daan Mogot Bujuk Joop Warouw Masuk Permesta
Ds AZR Wenas memangku jabatan Ketua Sinode mulai tanggal 15 Mei 1956 bertepatan terpilihnya Ds M Sondakh sebagai anggota DPR RI
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Ds. A.Z.R. Wenas memangku jabatan Ketua Sinode mulai tanggal 15 Mei 1956 bertepatan dengan terpilihnya Ds.M. Sondakh sebagai anggota DPR RI pada Pemilihan Umum, dan digantikan oleh Ds. R.M. Luntungan, namun juga R.M. Luntungan sudah menjadi Ketua GPI di Jakarta. Nanti pada tanggal 26 Mei 1957 dipilih dengan suara bulat selaku Ketua Sinode.
Bulan Agustus 1959 beliau ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI namun ditolaknya, juga oleh Sidang Sinode darurat tanggal 26-30 Oktober 1959. Pada 15 Maret 1958 Kolonel J.F. Warouw (Joop) sebagai Atase Militer RI di Peking (Beijing) Cina, hari ini diskors dari dinas militer TNI.
Dalam suatu pengakuannya, Mayor Daan E. Mogot mengakui bahwa dialah yang membujuk langsung Joop Warouw untuk bergabung dengan PRRI (gerakan Permesta). Pada 16 Maret 1958 Empat hari setelah menduduki Pekanbaru, dua B-25 dengan penerbang Mayor Soetopo dan Kapten Sri Muljono serta sebuah P-51 yang diterbangkan Kapten Udara Rusmin Nurjadin dikerahkan ke Medan untuk menghadapi pasukan PRRI pimpinan Mayor Boyke Nainggolan. Peristiwa yang terkenal dengan "Peristiwa Nainggolan" itu dibungkam setelah serangan udara disusul penerjunan prajurit PGT, RPKAD, dan Batalion 332 Siliwangi. Sebagian lainnya melarikan diri ke Aceh dan Tapanuli.
17 Maret 1958 Letnan Satu Yus Tiendas (asal Sangir) dengan satu peleton pasukan Permesta berhasil merebut kembali kota Gorontalo dari tangan pasukan Nani Wartabone. Pasukan Nani Wartabone (dikenal sebagai Pasukan Rimba) kemudian masuk hutan.
31 Maret 1958 Pasukan TNI berhasil mendarat di daerah Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, dengan bantuan dari kompi TNI setempat dibawah Kapten Frans Karangan (asal Toraja) yang telah bergabung dengan TNI, dan pasukan Mobile Brigade (Mobrig, sekarang Brimob) setempat. (Dikabarkan bahwa komandan batalyon Mayor Lukas J. Palar gugur dalam peristiwa ini).
Akhir Maret 1958 Menjelang akhir bulan Maret, dicapai persetujuan dengan gerombolan Jan Timbuleng (Pasukan Pembela Keadilan/PPK) untuk bekerja sama dengan Permesta di bawah naungan PRRI. Juga, turut bergabung gerombolan pemberontak lainnya, kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin Daan Karamoy dan Len Karamoy (yang disebut terakhir ini adalah bekas istri Jan Timbuleng). Len Karamoy yang mempunyai nama baik sekali sebagai komadan pasukan, menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP).
April 1958 OPERASI "DJAKARTA II" dilancarkan Permesta (PRRI) dibawah komando Panglima KDP II/Minahasa Letkol D.J. Somba.
Rencana ofensif secara bertahap terhadap ibukota RI Jakarta ini dibekali dengan persediaan senjata dan amunisi untuk satu divisi dan tenaga² prajurit yang cukup militan dalam latihan, serta air-cover (perlindungan udara) dari pesawat² AUREV.
Rencana Operasi Djakarta II itu adalah sebagai berikut:
a. merebut kembali daerah Palu/Donggala yang telah dikuasai Tentara pusat;
dari sana menyerang & menduduki Balikpapan dengan kekuatan 1 resimen RTP;
b. sasaran kedua adalah Bali;
c. sasaran ketiga adalah Pontianak;
d. sasaran terakhir adalah Jakarta.
Operasi ini bertujuan untuk menekan Pemerintah Pusat di Jakarta agar berunding dengan PRRI.
Perebutan kembali Parigi dan Toboli di Sulawesi Tengah oleh Overste D.J. Somba dengan membawa Bn.Q pimpinan (Mayor Lukas J. Palar) Mayor J. Lumingkewas, pasukan Daan Karamoy dengan beberapa ex KNIL yang membawa senjata recoillesss-gun 75 mm, basoka serta senjata berat lainnya, satu pasukan dari ex Pasukan Pembela Keadilan (PPK) - Brigade 999 yaitu sebanyak tiga batalyon (sebenarnya cuma berkekuatan beberapa kompi riil), antara lain dari Mayor Gerson (Goan) Sangkaeng dan Batalyon 2-nya, satu peleton pasukan RPKAD (21 orang) pimpinan Nicholas Sulu; dan Panglima KDP IV/Sulawesi Tengah Letkol J.W. (Dee) Gerungan. Semuanya berjumlah kira² 600 orang.
Sekitar 2/3 penduduk Poso masuk hutan karena takut pada pertikaian Pergolakan Permesta ini, dan kurang lebih 200 orang pemuda Poso dijadikan anggota pasukan PRRI (Permesta). Pos² pasukan Permesta di daerah itu antara lain Poso, Tentena, Pendalo, Luwuk, Kolonedale, Parigi, Toboli, dan ada beberapa kota lainnya. 12 April 1958 Tiga pesawat pertama yang diperbantukan dalam pertahanan udara PRRI (dalam AUREV - Angkatan Udara Revolusioner) berupa pesawat B-26 Bomber diberangkatkan dari US Clarck Airfield di Filipina.
Kemudian AUREV PRRI (Permesta) menjatuhkan Slogan dan phamplet dari pesawat yang berisi pernyataan "maaf Bung Karno, kami tidak butuh Komunisme", yang dijatuhkan di daerah Manado, Tomohon, Gorontalo, dan Palu.(PKBP.Jaton)