Renungan Natal
Renungan Natal Pdt Heski Manus STh
Setiap kali merayakan Natal, tentu masing-masing kita mempunyai kesan, baik yang “mendalam” maupun yang tampak “biasa-biasa saja”.
Setiap kali merayakan Natal, tentu masing-masing kita mempunyai kesan, baik yang “mendalam” maupun yang tampak “biasa-biasa saja”.
Kesan yang biasa saja tergambar dari ucapan orang yang berkata: “…Yaa, yang penting di Natal torang dapa beking kukis…” “…Natal membuat saya sibuk ka sana kamari untuk menghadiri berbagai undangan…”
Orang melihat natal secara fisik semata-mata. Akibatnya konsentrasi orang hanya pada pemenuhan kebutuhan dapur. Maklum, ini hari besar, kata orang.
Saudaraku, kalau hanya berhenti pada pendapat-pendapat seperti ini, maka Natal hanya dilihat sebagai peristiwa seremonial belaka. Semoga kita tidak terjebak pada upacaranisasi semacam itu.
Bagi kita, Natal merupakan peristiwa iman yang memotifasi dalam banyak hal. Bacaan di atas tentang simbol dua jenis binatang yang diangkat tadi dalam bacaan kita. Yakni “kuda dan keledai”.
Pada masa Zakharia, kedua jenis hewan ini, sering digunakan sebagai tunggangan. Bedanya yang satu, kuda, digunakan untuk berperang, sedang yang lain, keledai, digunakan hanya untuk transportasi biasa. Kuda merupakan binatang yang kuat, lambang kekuasaan, mampu berlari kencang, gesit dll, sedangkan keledai memiliki ciri-ciri sebaliknya.
Tampak “tidak gagah” berjalan lambat, tidak gesit, lemah dll. Jadi apakah yang mau dikatakan nabi Zakharia?
Bagian ini merupakan nubuatan tentang akan datangnya seorang Raja di Yerusalem. Karena kedatangan-Nya maka nabi mengajak orang untuk bersorak-sorai dengan nyaring.
Katanya dalam ayat 9: “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem!..”
KedatangaNya mesti disambut dengan sukacita penuh dan tidak setengah-setengah. Penjelasan lain tentang sang raja disebutkan bahwa ia “adil dan jaya”.
Terciptanya keadilan dan munculnya kejayaan dari suatu pemerintahan amat didambakan semua orang. Dan kedua hal ini melekat dalam diri Sang Raja. Selain itu, nabi menginformasikan bahwa Raja tersebut akan datang dengan menunggang keledai. Seekor keledai beban yang muda.
Ia memilih menggunakan keledai dan bukan kuda, namun justeru di situlah persoalannya. Dengan tunggangan-Nya Ia akan mengalahkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem. Ia juga akan melucuti ”busur-busur perang” dan akan memberitakan ”damai” kepada bangsa-bangsa. Kerajaan-Nya adalah kerajaan damai dan wilayah kekuasaan-Nya membentang dari laut ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi. Artinya mencakup seluruh dunia ini.
Demikianlah kita imani, kalau rangkaian nubuatan Zakharia menunjuk kepada raja yang lahir di Yerusalem, di Kota Daud. Nubuatan yang sama pernah diungkapkan oleh Yesaya yang hidup ratusan tahun sebelumnya: ”Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yesaya 9:5).
Perhatikanlah, walau dalam rentang waktu yang berbeda, antara Zakharia dan Yesaya namun mereka memiliki kesamaan penglihatan. Bahwa yang akan lahir itu adalah seorang Raja Damai. Dialah Raja Syalom.
Itulah sebabnya saudaraku, penggambaran ”tunggangan keledai” bermakna ”Perdamaian”. Zakharia hendak mengumumkan kalau cita-cita luhur yang dibawa Sang Raja tidak bisa dilepaskan dengan perdamaian. Perdamaian di sini berarti adanya Syalom atau damai sejahtera yang menaungi seluruh umat.