DPRD
Alkatiri : Anggota Dewan itu Dibenci namun Rindu
Mana yang peduli ada tidak masalah rakyat selain anggota dewan.
Penulis: | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO ‑ Meski sarat risiko tak sedikit yang melihat pekerjaan sebagai anggota dewan sebagai seni hidup dan membiarkan anaknya untuk masuk atau juga sebaliknya ada yang melarang karena besarnya risiko, Selasa (20/11/2012). Terkait hal ini Djafar Alkatiri anggota DPRD Sulut menegaskan bangsa ini harus punya pilar demokrasi. Dan Anggota dewan merupakan bagian dari pilar tersebut.
Terkait penelitian ia mengharap ada pertanyaan yang sama juga ditanyakan ke masyarakat. "Mau tidak jadi jaksa dan hakim harusnya dikasih pilihan mana pekerjaan yang tak diinginkan, jaksa, polisi, hakim atau anggota dewan, baru ada survei ini," katanya. Ia menilai ini merupakan pilihan masyarakat, namin perlu diingat sebagai anggota dewan itu seperti lagu benci tapi rindu.
Menurut Alkatiri, satu‑satunya jabatan dengan adanya keterlibatan masyarakat adalah anggota dewan. "Mana yang peduli ada tidak masalah rakyat selain anggota dewan. Siapapun, jadi apapun yang penting dilakukan penuh rasa tanggung jawab pada Tuhan itulah yang paling tepat," katanya. Ia menilai semua jabatan atau instansi ada risikonya.
Ia mencontohkan mulai dari polisi, jaksa, hakim, hingga gubernur ada yang ditangkap. Bahkan ada yang mantan menteri yang ditangkap begitupula dengan pengusaha. Dan kasusnya sama yakni kasus korupsi. "Anggota dewan bekerja benar pahala banyak karena menyangkut hajat hidup orang banyak asal bisa dipertanggungjawabkan pada Tuhan," jelasnya.
Ia mengaku menjadi anggota dewan hanya bermodal sosial dan kepercayaan. "Saya tak punya ratusan juta yang penting jangan berjanji, saya tak pernah berjanji, saya buktikan aspirasi yang masuk ditindaklanjuti, akhirnya tiga periode terpilih terus," katanya.
Paling penting menurutnya adalah fungsi legislasi, pengawasan dan bajeting tiga fungsi itulah yang haris dilakukan. Soal penerus, ia tak melarang anak‑anaknya menjadi anggota dewan. Bila anak‑anaknya ingin menjadi anggota dewan yang terpenting dilakukan dengan sepenuh hati dan sesuai dengan tugasnya maka ia akan mendukung.
Bukan seperti anggota dewan lainnya, Elizabeth Lihiang, anggota Komisi I DPRD Sulut justru melarang anaknya jangan menjadi anggota dewan. Anaknya yang kini kuliah di Jerman di jurusan Hubungan Internasional ia harap tak merasakan seperti yang ia rasakan.
Bukan karena sebagai anggota dewan merupakan hal yang buruk, ia menilai menjadi anggota dewan justru pekerjaan mulia. Namun ia yang telah belasan tahun di kancah politik merasakan sakit dan susahnya berada di jalur politik.
"Saya menilai karena penegakan sanksi yang tak efektif sehingga sistem tak berjalan baik," jelasnya. Bila suatu saat kondisi politik dan etika berpolitik di Indonesia sama dengan di luar negeri ia tak akan melarang anaknya untuk terjun di dunia politik. Di Indonesia masih terkesan amburadul dan seolah penuh risiko. Maka nasihat sebagai seorang ibu ia tak berharap anaknya terjun di dunia politik.