BBM
Sembel Anggap Kebijakan BBM non Subsidi Pemborosan
Alokasi anggaran untuk BBM pasti mengalami peningkatan,
Penulis: | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID, TOMOHON - Kebijakan Pemerintah Kota Tomohon yang mewajibkan seluruh kendaraan dinas (plat merah), menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi, setelah melakukan rapat koordinasi bersama Pertamina tanggal 30 Mei lalu, sebagai tindak lanjut atas instruksi Presiden RI tanggal 29 Mei 2012 tentang Gerakan Penghematan Nasional, merupakan kebijakan yang tidak cerdas. Sebab, bukannya terjadi penghematan, tapi justru terjadi pemborosan anggaran, karena dana khusus BBM mengalami kenaikan berlipat ganda.
“Jika Pemerintah Kota Tomohon jadi menerapkan kebijakan yang mengharuskan plat merah menggunakan BBM non subsidi, itu namanya kebijakan yang tidak cerdas. Sebab, alokasi anggaran untuk BBM pasti mengalami peningkatan, yang mestinya bisa diserap atau dialihkan untuk kepentingan publik,” ujar Paulus Sembel, Ketua Komisi A DPRD Kota Tomohon, Kamis (28/6/2012).
Sembel mencotohkan misalnya untuk mobil plat merah yang digunakannya, kini setiap bulan hanya dialokasikan dana BBM Rp 1 Juta, untuk mengisi premium dengan harga RP 4.500 per liter. “Nah, jika tak ada surat keputusan penyesuaian, maka dengan anggaran hanya RP 1 Juta per bulan, maka berapa banyak bahan bakar yang akan terisi jika harganya mencapai Rp 11 ribu per liter khusus non subsi. Pasti tak akan mencukupi untuk operasional kerja, misalnya untuk harga Rp 50 ribu, pasti hanya dapat 4 liter saja,” katanya.
Ia bahkan menegaskan secara pribadi lebih memilih memberdayakan ekonomi kerakyatan, dengan membeli bahan bakar eceran yang dijual masyarakat, karena lebih mudah dijangkau, dan dapat menopang optimalisasi fungsi kendaraan dalam menunjang kinerja sebagai wakil rakyat.
Apalagi menurut Sembel, kebanyakan mobil plat merah yang akan diwajibkan menggunakan BBM non subsidi, hanya sampai pada pejabat tingkat menengah saja, tak menyentuh para elit di pemerintahan. “Rata-rata kendaraan yang diwajibkan mengisi BBM non subsidi (Pertamax), adalah kendaraan pejabat menengah, seperti Kepala Bagian, dan Kepala Seksi, sementara pejabat elit seperti Kepala Dinas, Wali Kota dan Sekretaris Kota didominasi kenaraan yang menggunakan BBM solar. Ini bisa memicu terjadinya permainan,” jelas Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan itu.
Sejak pekan lalu, aksi penghematan nasional tersebut ditunjukkan seluruh pejabat yang menggunakan kendaraan dinas, dengan menempelkan stiker bertuliskan “Mobil Ini Menggunakan BBM Non Subsidi”, baik pada bagian belakang maupun depan kendaraan, seperti yang dilakukan Kabag Pemerintahan James Rotikan. “Sejak diberlakukan kebijakan tersebut, saya sendiri sudah menggunakan BBM non subsidi. Jadi, setiap bepergian atau tugas luar, selalu mengisi Pertamax, tak lagi premium, sebagai bentuk dukungan atas kebijakan pemerintah pusat,” tegasnya.
Hanya saja menurut Rotikan, kesulitan yang dialaminya setiap kali mengisi BBM non subsidi, adalah tak adanya bukti pembelian yang sah (print out) dari sejumlah SPBU, sehingga menyulitkan pertanggungjawaban penggunaan keuangan untuk bahan bakar.
Arnold Poli, Sekretaris Kota Tomohon menjelaskan khusus peralihan penggunaan bahan bakar subsidi ke non subsidi, bagi kendaraan dinas pemerintah masih dikaji, untuk penyesuaian dengan kemampuan keuangan daerah. “Kami tidak mau kebijakan tersebut nanti menyulitkan pemerintah sendiri, akan disesuaikan dengan kemampun keuangan daerah. Regulasinya masih terus dibuat, agar tak terjadi penyalahgunaan dana, yang dapat berimplikasi pada persoalan hukum,” tukasnya.