Ibadaj Haji
Bukan Cari Gelar, Orang Nusantara Zaman Dulu Beribadah Haji untuk Mencari Ilmu
Mereka beribadah juga untuk menuntut ilmu, alhasil setelah pulang bisa memberikan konstribusi kepada masyarakat sekitarnya.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Beribadah haji bukan sekadar menjalankan ritual belaka, terutama bagi orang Nusantara zaman dulu.
Mereka beribadah juga untuk menuntut ilmu, alhasil setelah pulang bisa memberikan konstribusi kepada masyarakat sekitarnya.
Perjalanan ibadah haji haji orang-orang Nusantara zaman dulu bukan mencari gelar.
Pengendali ibadah haji, Oman Fathurrahman, yang juga pakar sejarah dan manuskrip kuno bercerita tentang perjalanan haji orang-orang Nusantara di jaman dahulu.
Setelah mereka pulang ke tanah air menjadi orang yang punya kontribusi besar terhadap bangsa dan negara.
Baca: Kisah Bette Nash, Pramugari Paling Senior yang Berusia 84 Tahun, Masih Aktif Bekerja Hingga Saat Ini
Baca: Massa Hancurkan Mobil Pelaku Pencuri Anjing, Beraksi Pakai Pelat Nomor Palsu, Polisi Temukan Ini
Baca: Pamer Tato Baru, Nikita Mirzani Geram Saat Dituding Pasang Implan di Bagian Dada
“Dalam sejarahnya, ada empat aspek yang mendorong orang Nusantara naik haji: ibadah, ziarah, tijarah (dagang), dan rihlah ilmiah (perjalanan mencari ilmu).
"Meski bersusah payah, dan dengan biaya mahal, sejak dulu Muslim Nusantara sangat antusias pergi ke Tanah Suci.
"Makkah diyakini sebagai kota suci yang memiliki nilai spiritual, teologis, dan sosial yang sangat tinggi.
"Bagi para Sultan dan penguasa negeri, pergi haji bahkan menjadi tambahan legitimasi,” Oman Fathurrahman di Kantor Daker Makkah, Rabu (31/7/2019)
Bahkan mereka yang sudah beribadah dari tanah suci jaman dahulu sangat menonjol.
Ada banyak tokoh besar yang punya pengaruh besar dalam sejarah negeri ini seperti dua tokoh pendiri ormas Islam terbesar Indonesia Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
“Dulu, aspek rihlah ilmiah sangat menonjol. Di abad 17 ada Syekh Abdurrauf Singkel Aceh yang tinggal selama 19 tahun untuk haji dan belajar ilmu agama.
"Di abad 19 kita punya kisah Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Ahmad Dahlan, dan Kiai Kholil Bangkalan dari Jawa, atau Tuan Guru Abdul Majid dari Lombok.
"Mereka membangun reputasi keilmuannya di Tanah Suci, melalui perjalanan haji. Pulang haji, mereka menjadi tokoh berilmu tinggi yang menjadi pemersatu bangsa,” katanya.
Oman Fathurrahman menjelaskan, sejumlah manuskrip menunjukkan bahwa perjalanan haji dari Nusantara sudah ada setidaknya sejak abad 15.
Baca: KKB Papua Menyerah Berkat Strategi Ayah Ani Yudhoyono, Bahas Soal Keluarga dan Hutan: Lindungi Bapak
Baca: Panglima TNI Resmikan Pasukan Elite Komando Operasi Khusus TNI, Koopssus dan Koopsusgab Beda?