Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Alasan Anggota DPR Sukiman Tolak Rekonstruksi Suap di Halaman Masjid

KPK menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap pengurusan anggaran Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
tribunnews
Sukiman, Anggota DPR RI 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - KPK menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap pengurusan anggaran Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, di komplek rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta, Senin (22/7).

Penyidik KPK membawa anggota Komisi XI DPR RI Sukiman dan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pegunungan Arfak, Natan Pasomba, selaku tahanan, ke empat lokasi, termasuk halaman belakang masjid, di komplek perumahan tersebut.

Baca: Ajak Buka-bukaan Data Kapal Pencuri Ikan: Begini Penjelasan Menteri Susi

Namun, Sukiman menolak menjalankan adegan untuk rekonstruksi kasus tersebut. "Tapi, yang bersangkutan tidak bersedia melakukan rekonstruksi sehingga posisinya adalah melihat dan mengonfirmasi apa yang terjadi di titik-titik rekonstruksi tersebut," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, seusai rekonstruksi perkara.

Tiga titik lain yang menjadi tempat rekonstruksi perkara ini adalah halaman depan, belakang rumah dan ruang tamu rumah dinas dari Sukiman. "Tadi juga dilibatkan pihak pengamanan dari Polri, Pamdal, dan unsur BKD DPR," sambung Febri.

Febri menjelaskan, rekonstruksi ini dilakukan untuk memperjelas dan mendalami alur peristiwa serah terima uang suap kasus tersebut. Namun, dengan penolakan menjalankan adegan rekonstruksi dari Sukiman, hal itu tidak menghambat penyidikan kasus ini. Sebab, KPK telah memiliki berbagai bukti terkait kasus ini.

Rekonstruksi ini dilakukan oleh KPK di sela pemeriksaan Sukiman. KPK memanggil KPK sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan anggaran Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, untuk tersangka Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba.

Baca: Merapat ke Pemerintahan Jokowi: Gerindra Tawarkan Konsep Ini

Sukiman yang merupakan Wakil Rakyat asal dapil Kalimantan Barat itu enggan memberikan komentar saat ditanya wartawan di Gedung KPK perihal

Sukiman yang mengenakan kemeja putih dapat meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan dan rekonstruksi perkara ini, sekitar pukul 17.25 WIB. "Ya, saya sudah jelaskan pada penyidik," jawab Sukiman.

Sukiman juga tidak mau menjawab saat dikonfirmasi ada atau tidaknya aliran uang korupsi ke partainya bernaung.

Selain Sukiman, kemarin, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Natan Pasomba. Keduanya adalah mantan Kepala Seksi Perencanaan DAK Non Fisik Ditjen Perimbangan Keuangan, Rifa Surya dan Tenaga Ahli Fraksi PAN DPR RI, Suherlan.

KPK telah menetapkan Sukiman sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengurusan dana perimbangan pada APBN-Perubahan 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, sejak 7 Februari 2019. Sukiman juga sudah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 21 Januari 2019.

Pihak Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mengajukan dana alokasi khusus pada APBN Perubahan Tahun 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Baca: 2.670 Nasabah Bank Mandiri Wajib Kembalikan Uang

KPK menduga Natan Pasomba selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pegunungan Arfak, menyiapkan uang Rp 3,96 miliar dan 33.500 Dollar AS sebagai commitment fee sebesar 9 persen dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk Pegunungan Arfak. Diduga dana yang sudah mengalir kepada Sukiman sebesar Rp 2,65 miliar melalui beberapa perantara.

Natan sendiri sudah ditahan oleh KPK sejak 12 Juni 2019. Namun, hingga kini Sukiman belum kunjung dilakukan penahanan yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 7 Februari 2019 belum juga ditahan oleh penyidik lembag anti-rasuah tersebut.

Kasus yang menjerat anggota DPR Sukiman dan Natan Pasomba merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota DPR RI asal Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, pegawai Kemenkeu Yaya Purnomo, seorang konsultan Eka Kamaluddin, dan Ahmad Ghiast.

Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi telah memvonis tiga orang tersebut bersalah karena menerima suap terkait pengurusan anggaran untuk sejumlah daerah. Amin divonis 8 tahun penjara, Yaya 6,5 tahun penjara dan Eka 4 tahun penjara. (tribun network/ilh/coz)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved