Ajak Buka-bukaan Data Kapal Pencuri Ikan: Begini Penjelasan Menteri Susi
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak seluruh negara untuk membuka data sistem pemantauaan kapal
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak seluruh negara untuk membuka data sistem pemantauaan kapal atau Vessel Monotoring System (VMS). Ajakan itu disampaikan Susi pada acara International Workshop on IUU Fishing and Organized Crimes yang digelar di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Tadi saya minta mereka membuka data VMS-nya," ujarnya di Jakarta, Senin (22/7). Workshop internasional tersebut diikuti perwakilan sejumlah negara di kawasan Afrika, Timur Tengah dan Pasifik.
Susi menilai sharing data VMS antarnegara sangat penting untuk memburu kapal-kapal yang digunakan untuk illegal fishing alias menangkap ikan secara tidak sah. Memang sudah ada aturan Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar pelabuhan-pelabuhan tidak lagi menerima hasil tangkapan ikan dari kapal pencuri ikan.
Baca: Merapat ke Pemerintahan Jokowi: Gerindra Tawarkan Konsep Ini
Tetapi kapal-kapal illegal fishing tersebut, kata Susi, melakukan kamuflase sehingga tetap bisa bersandar di pelabuhan. Salah satunya seperti kapal buruan Interpol yang pekan lalu ditangkap oleh Satgas 115 pimpinan Susi, yakni MV NICA. "Kalau ke pelabuhan pasti kamuflase kayak kemarin kapal NICA kan pakai (status) kapal kargo," kata Sus.
Saat ini ungkap menteri nyentrik asal Pangandaran itu, sudah ada 6 negara yang mau sharing data VMS. Selain itu sudah ada 16 negara yang sudah komitmen tentang kejahatan perikanan trans-nasional.
Susi terus mendorong agar komitmen itu bisa menjadi kesepatan bersama negara-negara di dunia melalui resolusi PBB. "Kita perlu 70 negara minimal untuk jadi resolusi, jadi masih PR besar. Tetapi tidak boleh pesimis, Juanda saja bisa mengegolkan negara kepulauan," kata dia.
"Bayangkan kalau tidak ada Juanda seluruh dunia lautnya kayak apa, cuma 3 mil (dari garis pantai) semuanya. Karena Juanda kita punya 200 nautical mile," sambung Susi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meninjau langsung kapal buronan internasional MV NIKA di Batam, Senin (15/7), pekan lalu. MV NIKA merupakan kapal jumbo pelaku illegal fishing berukuran 750 GT yang berhasil ditangkap oleh Satuan Tugas (Satgas) 115 pada Jumat (12/7).
MV NIKA telah menjadi buruan Interpol sejak bulan Juni 2019. Interpol menduga, MV NIKA dimiliki oleh pemilik yang sama dengan kapal FV STS-50 yang telah berhasil ditangkap Indonesia pada tahun 2018.
Baca: 2.670 Nasabah Bank Mandiri Wajib Kembalikan Uang
Proses penangkapan MV NIKA bermula saat Satgas 115 mendapatkan informasi dari Interpol bahwa kapal itu akan menuju Port Wei Hai, Tiongkok, dan diprediksi akan melewati ZEE Indonesia.
Atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, Pemerintah Panama selaku Negara Bendera (flag state) MV NIKA telah mengirimkan permohonan resmi kepada Pemerintah Indonesia untuk dilakukan penghentian dan pemeriksaan pada saat MV NIKA melewati ZEE Indonesia.
Selanjutnya, Kapal Pengawas (KP) ORCA 3 dan 2 melakukan henrik terhadap MV NIKA di ZEE Indonesia di Selat Malaka pada Jumat (12/7). Setelah dilaksanakan henrik, diketahui bahwa MV NIKA berbendara Panama. Kapal ini membawa 28 orang Anak Buah Kapal (ABK) yang terdiri dari 18 ABK asal Rusia dan 10 ABK asal Indonesia.
Berdasarkan laporan awal dari Interpol yang diterima oleh Satgas 115, MV NIKA diduga melakukan empat pelanggaran. Pertama, memalsukan certificate of registration di Panama yang menyatakan dirinya adalah General Cargo Vessel sementara MV NIKA diduga melakukan penangkatan dan/atau pengangkutan ikan.
Kedua, melakukan penangkapan ikan tanpa izin dan/atau transhipment di zona 48.3 B yaitu di dalam wilayah The South Georgia and the South Sandwich Islands dan The Falklands Island (Islas Malvinas).
Ketiga, menggunakan data AIS milik kapal lain yang bernama “Jewel of Nippon” untuk mengaburkan identitas asli MV NIKA ketika memasuki wilayah Convention on the Conservation of Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR) untuk menangkap ikan.