Merana Usai Dinikahi Pria WN Tiongkok: Simak Cerita WNI Malang Ini
MO, salah satu korban pengantin pesanan Tiongkok mengaku tidak pernah diberikan makan selama hidup di Negeri Tirai Bambu.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - MO, salah satu korban pengantin pesanan Tiongkok mengaku tidak pernah diberikan makan selama hidup di Negeri Tirai Bambu. Selama di Tiongkok, MO juga ternyata dipaksa untuk bekerja tanpa kenal henti.
"Saya dipaksa kerja cepat, enggak dikasih makan dua sampai tiga hari. Terus semua uang dipegang sama mertua saya," ujarnya saat konferensi pers di kantor LBH, Jakarta, Minggu(23/6).
MO, adalah salah satu pengantin pesanan yang berhasil melarikan diri dari Tiongkok. MO sempat menjalin ikatan pernikahan dengan warga negara Tiongkok selama 9 bulan dan kerap menjadi korban penganiayaan.
Baca: Penerbangan Internasional Masih di Bandara Husein
"Katanya suami (saya) kuli bangunan. Kalau 'mak comblang' nggak ngasih tahu," ujar MO.
Kisah pahit MO bermula dikenalkan oleh rekannya kepada dua lelaki asal Tiongkok di Singkawang, Kalimantan Barat. Saat dikenalkan kepada dua lelaki pertama, ia menolak karena mengaku tidak cocok. Selang 2 hari kemudian, ia dikenalkan kepada dua lelaki berikutnya, dan MO pun memilih salah satu lelaki untuk menjadi suaminya.
Sang 'Mak Comblang' yang menemui MO pun mengatakan bahwa apabila ia sudah menikah dengan pria asal Tiongkok kehidupannya bakal berubah. MO juga diberikan uang Rp 19 juta. Sebelum berangkat ke Tiongkok, MO mengadakan semacam upacara pernikahan dalam bentuk tukar cincin.
Namun, kenyataan berbeda setiba di Tiongkok, MO tidak langsung dibawa ke rumah suaminya. Ia harus menunggu di sebuah apartemen, lalu bertemu dengan tiga orang perempuan asal Indonesia yang bermasalah dengan perizinannya. MO pun dibawa ke kota suaminya, tapi ia mengaku tidak mengetahui nama kota tersebut.
"Saya satu malam di situ, sehabis itu saya dijemput suami, dan mertua, dibawa ke rumah mertua. Sesampai di rumah, komunikasi dengan mereka, saya lagi datang haid, ga mau melayani suami, saya dianiaya mertua saya," ujar MO.
Baca: Luhut Pandjaitan Ungkap Alasan tak Izinkan Putranya Masuk Akmil, Teringat Masa Orde Baru
Tak hanya itu, MO menerima perlakuan tidak baik saat musim dingin tiba. Dia dipekerjakan tanpa mendapatkan upah. "Saat musim dingin, saya disuruh tidur di luar tanpa bantal dan selimut. Saya diperkarakan mertua saya, disuruh merangkai bunga, dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam. Itu upahnya nggak dikasih. Kalau saya melawan, saya kadang-kadang nggak dikasih makan 3 sampai 5 hari," ujarnya.
MO berhasil kabur dari Tiongkok setelah dibantu oleh seorang mahasiswa asal Indonesia. Mahasiswa asal Indonesia tersebut yang mengurus tiket dan perizinan MO untuk kembali ke Indonesia lalu melapor ke LBH Jakarta. "Saya janjian di depan kampusnya di daerah Wuhan," ujar MO.
Perdagangan Manusia
Jaringan Buruh Migran (JBM) menyebut peristiwa yang dialami MO adalah modus dugaan tindak pidana perdagangan orang alias human trafficking. Menurut catatan JBM 29 orang perempuan asal Indonesia yang menjadi korban.
Salah satu anggota JBM, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Anwar Maarif mengatakan, korban berasal dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat. "Itu ada dari Kalimantan Barat dan dari Jawa Barat. Itu korbannya ada 16 orang (dari Jawa Barat). Dan ada korban dari Kalimantan Barat, 13 orang," kata Bobi.
Bobi meyakini mereka merupakan korban tindak pidana perdagangan orang. Sebab, sejumlah unsur pidananya dirasa terpenuhi, baik dari sisi proses, cara, dan tujuan. "Unsur prosesnya ada pendaftaran, perekrutan, penampungan, pemindahan dari satu tempat ke tempat lain sampai ke keberangkatan ke luar negeri (ke China)," kata Bobi.
Kemudian dari segi cara, melalui penipuan. Menurut Bobi sindikat pelaku memberikan informasi salah ke target korban. Misalnya, diiming-imingi bahwa calon mempelai pria di Tiongkok merupakan orang kaya, dijanjikan hidup nyaman dan terjamin hingga dijanjikan diberi uang untuk dikirim ke keluarga di Indonesia secara rutin.