KPAI: Guru Ngaji Diduga Perintahkan Anak-anak Ikut Aksi 22 Mei
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada beberapa alasan keterlibatan anak-anak pada aksi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada beberapa alasan keterlibatan anak-anak pada aksi kerusuhan 22 Mei 2019 yang terjadi di depan Bawaslu, Jakarta Pusat.
Ketua KPAI Dr. Susanto menyebutkan ada tiga alasan diantaranya karena ajakan dari teman, berawal karena ingin melihat kejadian, hingga karena ada ajakan dari guru ngaji.
“Faktornya tidak tunggal ada anak yang diajak temannya, ada yang ingin melihat demonstrasi, anak-anak yang diajak diduga guru ngaji,” ujar Susanto, Senin(27/5).
Terkait masalah terkait adanya dugaan ajakan dari guru mengaji tersebut, Susanto menyebutkan pihak KPAI sedang melakukan pendalaman. “Itu sedang didalami (ada indikasi ajakan guru ngaji),” ujar Susanto.
Baca: Kerusuhan Aksi 22 Mei, Ini Beberapa Temuan Awal Sejumlah LSM
Adapun dugaan alasan-alasan yang disebutkan Susanto berdasarkan hasil pendalaman antara pihak KPAI dengan berbagai pihak dan ada kemungkinan alasannya bisa bertambah. “Hasil koordinasi dengan lintas stakeholders. Ini terus dilakukan pendalaman. Bisa saja nanti berkembang,” papar Susanto.
Sementara itu rentan usia anak-anak yang terlibat pada kerusuhan akibat sengketa hasil pemilu 2019 itu berkisar antara 14 hingga 17 tahun.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Jasra Putra mengungkapkan, pihaknya menemukan sekelompok anak di bawah umur dari Tasikmalaya, Jawa Barat ikut dalam aksi kerusuhan 21- 22 Mei 2019 karena diajak guru mengajinya.
Namun, Jasra tak menyebut mengenai jumlah detail yang terlibat pada unjuk rasa tersebut. Hal itu dikarenakan KPAI dan kepolisian masih mengusut faktor keterlibatan anak-anak dalam mengikuti aksi massa.
"Yang dari Tasik itu kan ada guru ngaji yang bawa, yang dari Bekasi itu diduga inisiatif dia," ujarnya.
Selain berasal dari Jawa Barat, lanjut dia, KPAI juga menemukan ada anak di bawah umur yang berasal dari Lampung. Mereka mengaku ikut aksi lantaran terjebak dalam unjuk rasa berujung kepada perusakan dan kericuhan tersebut.
Baca: Kerusuhan Aksi 22 Mei, Ini Beberapa Temuan Awal Sejumlah LSM
"Dia putus sekolah kemudian kerja di Pasat Tanah Abang. Saat kerusuhan dia terperangkap di situasi itu," tuturnya. Ia mengimbau kepada seluruh tokoh agama untuk memberikan anjuran kepada seluruh umatnya agar tak terlibat ke dalam agenda politik praktis. Sebab, kegiatan itu rentan disalahgunakan oleh kelompok tertentu.
Rehabilitasi
Kementerian Sosial (Kemensos) menerima rujukan 52 anak terduga terlibat kerusuhan 22 Mei 2019 untuk selanjutnya dilakukan rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta.
"Ada 52 anak. Jadi secara bertahap mereka masuk ke rehab mulai Jumat siang, 24 Mei 2019, sampai dini hari," ujar Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos Kanya Eka Santi.
Santi menjelaskan, ketika dibawa ke BRSAMPK Handayani, 52 anak tersebut mengaku kaget karena aksi massa 21-22 Mei 2019 yang mereka ikuti berujung pada kekisruhan.