Idrus Dituntut 5 Tahun Penjara: Hak Politik tak Dicabut
Mantan Menteri Sosial sekaligus mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Idrus Marham, dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial sekaligus mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Idrus Marham, dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau diganti 4 bulan kurungan, oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan jaksa KPK dalam sidang tuntutan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/3).
"Menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata jaska KPK, Lie Putra Setiawan.
Menurut jaksa KPK, Idrus terbukti bersama-sama dengan rekan separtainya yakni angota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, telah menerima suap Rp 2,250 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian uang tersebut diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek garapan PT PLN (Persero), Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI; anak usaha PLN), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Awalnya, Kotjo melalui Direktur PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang, mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PLN terkait rencana pembangunan PLTU. Namun, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN. Selanjutnya, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni Maulani saragih,yakni pimpinan Komisi VII DPR RI (bidang energi) yang berasal dari Partai Golkar.
Selanjutnya, kata jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN, Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Menurut jaksa, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan dan selalu dilaporkan kepada Idrus Marham. Sebab, saat itu Idrus menduduki jabatan Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto yang tersangkut kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Idrus diduga berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang diduga digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
"Maka terdakwa sebagai Plt Ketum saat itu, Eni menyampaikan kepada terdakwa akan menerima fee dari Kotjo 2,5% berasal dari proyek akan diterima dari Kotjo. Pemberitahuan Eni, terdakwa meminta Eni selaku Bendahara munaslub meminta uang untuk pelaksanaan karena ada rencana terdakwa akan diusung untuk menggantikan Setya Novanto Ketum Golkar," jelas jaksa.
Terkait permintaan uang untuk Munaslub, Eni kemudian memerintahkan anak buahnya Tahta Maharaya bertemu staf Kotjo bernama Audrey Ratna Justianty. Saat itu, total uang yang diterima dari Kotjo Rp2,250 miliar.
"Ada penerimaan Rp 2,25 miliar kepada terdakwa melalui Tahta Maharaya yang diakui Eni Maulani Saragih dari Johanes B Kotjo. Maka penerimaan hadiah atau janji terpenuhi," papar jaksa.
Menurut jaksa, sejumlah pemberian uang dari Kotjo untuk Eni juga diketahui Idrus, termasuk permintaan untuk membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani, Muhammad Al Khadziq, saat mengikuti Pemilihan Bupati Temanggung 2018.