Wanita Inggris Ini Bergabung dengan ISIS, Sekarang Hamil dan Ingin Kembali
Jika Anda mendukung organisasi teroris di luar negeri saya tidak akan ragu mencegah kepulangan Anda.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Seorang perempuan Inggris, Shamima Begum, yang melarikan diri ke Suriah saat masih pelajar untuk bergabung dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) dapat dicegah kepulangannya ke Inggris, kata menteri dalam negeri Inggris.
"Pesan saya jelas Jika Anda mendukung organisasi teroris di luar negeri saya tidak akan ragu mencegah kepulangan Anda." ujar Sajid Javid kepada koran The Times seperti dilansir BBC.
Dia menambahkan jika Shamima Begum, 19 tahun, memang pulang maka dia dapat dihukum.
Begum, yang sedang hamil, mengatakan kepada koran tersebut bahwa dia tidak menyesal tetapi dirinya ingin melahirkan di Inggris.
"Kita harus ingat bahwa pihak-pihak yang meninggalkan Inggris untuk bergabung dengan Daesh (ISIS) adalah sangat membenci negara kita," kata Javid.
"Jika Anda berhasil kembali, Anda harus siap ditanyai, diselidiki dan kemungkinan dihukum." Itulah peringatan menteri dalam negeri Inggris.
Javid menambahkan terdapat sejumlah langkah yang tersedia untuk "menghentikan orang-orang yang kemungkinan merupakan ancaman serius untuk kembali ke Inggris, termasuk mencabut kewarganegaraan Inggris atau melarang mereka memasuki negara."
Pihak-pihak berwenang di London juga dapat mengawasi kemungkinan kembalinya Begum lewat Perintah Pengeluaran Sementara.
Aturan hukum kontroversial ini melarang warga negara Inggris untuk pulang kecuali mereka sepakat untuk diselidiki, diawasi dan jika perlu, dideradikalisasi.
Jika Begum keluar dari negara ini, itulah jenis tuntutan yang akan dihadapinya - di samping mendorong dan mendukung terorisme.
Tetapi ini masih jauh. Jika dia berhasil mencapai bandara, Inggris dapat melarangnya sementara untuk kembali sampai dia setuju diselidiki, diawasi dan dideradikalisasi.
Dinas layanan sosial tentu saja akan terlibat untuk mempertimbangkan apakah bayinya nanti harus dipisahkan untuk melindunginya dari radikalisasi. (*)