Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa Sulawesi Tengah

Kisah 2 Atlet Paralayang Sulut Sebelum Tewas di Tsunami Palu, Gleen Bilang Lelah, Gelagat Petra Aneh

Gleen Mononutu (20) dan Petra Mandagi, atlet Paralayang asal Sulawesi Utara yang hilang saat tsunami Palu telah dipastikan meninggal dunia.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO/INSTAGRAM/KOMPAS.COM
Suasan rumah duka Gleen Mononutu, Petra Mandagi saat membagikan selfi sebelum terjadi gempa, dan Tim SAR melakukan evakuasi jasad atlet paralayang yang meninggal saat gempa palu, (01/10/2018) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Korban gampa dan tusnami Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah terus bertambah. 

Terbaru, 2 atlet Paralayang asal Sulawesi Utara yang hilang saat tsunami Palu telah dipastikan meninggal dunia.

Gleen Mononutu (20), warga Kelurahan Winangun, Kecamatan Malalayang, Manado dan Petra Mandagi (35), warga Desa Kalasey, Kecamatan Mandolang, Minahasa ditemukan Tim Basarnas dalam kondisi tak bernyawa, Senin (1/10/2018).

Sedangkan Frangky Kowaas bersama empat atlet dan tiga kru lainnya masih dalam pencarian.

Informasi meninggalnya Gleen lebih dahulu diketahui sang ayah, Bartolomeus Mononutu.

Bartolomeus yang juga Sekretaris DPRD Sulut ini ikut tim pencarian korban Paralayang Sulut yang tertimbun di Hotel Roa Roa, Palu.

Baca: Kisah Polisi yang Tewas Tersapu Tsunami Palu saat Siapkan Lamaran

Senin siang, ada dua jenazah ditemukan di kompleks hotel ambruk itu. Di samping seorang jenazah diketemukan dompet, tas dan parasut milik Gleen.

“Parasut itu diberikan ayahnya,” kata James Sela, paman Gleen kepada tribunmanado.co.id

Dikatakan Sela, Bartolomeus mengikuti proses identifikasi di rumah sakit setempat.

James menceritakan, ayah dan ibu Gleen sebenarnya berencana ikut anaknya ke Palu. “Namun tiba-tiba Bartolomeus dapat panggilan tugas ke Jakarta,” ujar dia.

Menurut James, beberapa hari sebelum peristiwa nahas itu, Gleen sempat menghubungi ayahnya.

“Ia katakan maaf pa tidak beritahu,” katanya.

Gleen sempat berbicara kepada ibunya beberapa jam sebelum kejadian nahas itu.

“Ia katakan sangat lelah ma, mau istirahat dulu, kemudian ibunya hubungi lagi tapi tidak tersambung,” kata dia.

James menambahkan, kepastian tewasnya Glen diperoleh sekira pukul 17.30 Wita.

“Gleen ditemukan di tangga. Kemungkinan ia sempat berusaha lari lewat tangga darurat (hotel),” kata dia.

Keluarga Glen Mononutu berdukacita
Keluarga Glen Mononutu berdukacita (Tribun manado/Arthur Rompis)

Dikatakan perwakilan keluarga ini, Gleen diduga tak langsung tewas. Keluarga menduga ia wafat pada Sabtu.
Ungkap dia, Gleen diindentifikasi lewat tanda lahir di kaki.

“Kalau Petra (Mandagi) diidentifikasi lewat cincin,” kata dia.

Menurut Sela, jenazah Gleen akan dibawa pada Senin malam ini juga lewat jalur darat.

Tewasnya Gleen terasa sangat tragis bagi Timothy Mononutu. Pasalnya, ini kehilangan yang kedua bagi Timothy.

“Sebelumnya saya kehilangan kakak saya dan kini Gleen,” kata dia. Sebut Timothy, mereka tiga bersaudara.

“Kini tinggal saya sendiri,” beber dia.

Timothy mengatakan, hubungan ia dan adiknya sangat dekat kendati keduanya tinggal berjauhan.

“Ia kuliah di Jakarta,” kata dia.

Baca: Ramalan Zodiak 2 Oktober 2018: Virgo Emosional, Kesabaran Leo Diuji

Sang adik di mata Timothy adalah figur yang suka tantangan. Ia menekuni paralayang sejak enam tahun lalu.

“Ia diajak Pingkan Mandagi,” kata dia.

Timothy langsung menangis tersedu-sedu begitu mendapat kabar kematian adiknya Gleen lewat ponsel, Senin (1/10) malam di kediaman keluarga Mononutu di Kelurahan Winangun.

Dari pekarangan, Timothy berlari ke dalam rumah. Ia langsung memeluk ibunya Grace Sela. Grace nampak terpukul. Namun ia mencoba tetap tegar.

“Papa so (ayah) bilang apapun yang terjadi torang (kita) musti bawa Glen kemari, dan inilah yang terjadi, apa yang Tuhan buat baik adanya,” kata dia.

Usai menerima kabar buruk itu, keluarga pun berdoa. Doa dipimpin seseorang. Lagu “Tak Tersembunyi Kuasa Allah” berkumandang.

Grace dan anaknya menangis tersedu-sedu. Usai doa, keluarga lantas mempersiapkan ruangan untuk ibadah duka.
Pertama kali foto Petra diturunkan. Tangis kembali pecah.

Baca: Inilah 5 Daerah di Indonesia yang Bisa Bangkit Kembali Setelah Mengalami Musibah Bencana Alam

“Aduh kasiang, pe gaga sekali do ngana Glen (aduh kasihan, tanpan sekali kamu Glen) ,” seru beberapa anggota keluarga saat dilihat foto Glen tengah berparalayang.

Sesaat setelah terkonfirmasi kabar meninggalnya Petra Mandagi, keluarga langsung berkumpul di kediaman Petra di Desa Kalasey I, Senin malam.

Keluarga, tetangga, teman, sahabat, sanak saudara berkumpul dan langsung membangun tenda duka. Suasana rumah duka ramai oleh para pelayat, meski jenazah korban masih berada di Palu.

Warga pun langsung melakukan ibadah penghiburan bagi keluarga. Baru tenda yang dipasang beserta tempat duduk, belum ada bangsal duka di dalam rumah. 

Kesedihan tampak pada para pelayat. Ibunda Petra Mandagi tetap melayani para pelayat, meski terlihat lemah dan mata sembab.

Tujuh atlet paralayang yang belum ditemukan ini satu orang bernama Dong Jin asal Korea. Sisanya adalah atlet Indonesia yakni Reza Kambey, Ardi Kurniawan, Fahmi Malang dan Franky Kowaas. Reza Kambey dan Ardi Kurniawan adalah dua atlet yang ikut dalam Pelatnas Asian Games 2018.

Selain kelima atlet ini, ada tiga orang pendamping kegiatan (helper) yang juga belum ditemukan, diduga masih tertimbun reruntuhan Hotel Roa-Roa Palu.

Baca: Donggala Kembali Diguncang Gempa 5,3 SR Pagi Ini Tak Berpotensi Tsunami

Sebelumnya, Senin (1/10) pukul 00.00, Timothy menerima kue ulang tahun dari sejumlah anggota keluarganya di Kelurahan Winangun. Tak seperti layaknya perayaan ulang tahun yang dipenuhi kegembiraan, acara kali itu berlangsung lirih.

Grace, ibu Glen dan Timothy yang menyerahkan kue ulang tahun terlihat meneteskan air mata. Ia kemudian memeluk Timothy. Mata Timothy juga basah dengan air mata.

Keluarga memang sedang dirundung malang.

Glen, adik Timothy masih hilang dalam bencana gempa dan tsunami di Palu. Glen adalah atlet paralayang Sulut yang menginap di Hotel Roa Roa Palu.

Hotel tersebut runtuh saat gempa. 

Timothy kepada Tribun, Senin siang, mengaku tak bisa menahan tangis kala diserahi kue ulang tahun. “Rasanya sedih, saya ulang tahun tapi keadaan adik masih belum diketahui,” kata dia.

Baca: Hasil Timnas Indonesia Vs Australia Piala AFC U-16 Skor 2-3, Garuda Gagal ke Piala Dunia

Biasanya, kata dia, sekeluarga selalu merayakan ulang tahun bersama. Prosesinya adalah memberi kue ulang tahun di malam pergantian hari. Timothy mengatakan, hubungan ia dan adiknya sangat dekat. “Ia kuliah di Jakarta,” kata dia.
Di hari ulang tahunnya, Timothy berdoa agar sang adik bisa selamat. “Pinta saya pada Tuhan agar adik saya bisa selamat,” kata dia.

Glen ternyata sudah memilih kuburannya. Perwakilan keluarga James Sela mengatakan, Glen pernah menyatakan akan dikuburkan di Desa Leilem, Kecamatan Sonder, Minahasa. “Setahun lalu sewaktu berkunjung ke Leilem, ia sempat katakan jika wafat akan dikubur di samping neneknya. Itu wasiatnya,” kata dia.

Menurut Sela, Glen kuliah di Jakarta. Ia tengah menyusun skripsi. Ungkap dia, payung yang dibawa Glen masih baru pemberian ayahnya.

Hingga Senin (1/10) malam, belum ada kabar tentang nasib Frangky Kowaas, salah satu atlet paralayang yang hilang di Hotel Roa Roa.

Baca: Setelah Donggala dan Palu, Giliran Sinjai Sulsel Diguncang Gempa, Warga Berhamburan!

Selvi Sekeon, ibu mertua Frangky kala ditemui Tribun Senin di rumah kediamannya beralamat Ranotana mengatakan, pihaknya masih menanti kabar tentang Frangky.

“Istri Frangky berada di sana. Ia mengikuti langsung evakuasi bersama tim paralayang,” kata dia.

Menurut dia, sejumlah rekan Kowaas berinisiatif mencarinya di Palu. Mereka berangkat secara swadaya.
“Ada dari ormas adat, dari pecinta alam juga ada, semua berangkat karena terdorong menemukan Kowaas, ada yang lewat darat, ada pula yang lewat laut, tak peduli sulit mereka berangkat ke sana,” kata dia.

Menurut dia, Kowaas memang punya pergaulan luas hingga banyak yang bersimpati kepadanya. Ungkap dia, keluarga saban hari menggelar doa keselamatan Kowaas. 

Petra Mandagi
Petra Mandagi ()

Gelagat Petra Mandagi Aneh

Dua hari sebelum Petra Mandagi bertolak ke Palu untuk ikut turnamen, para sahabatnya melihat gelagat aneh sang maestro Paralayang di Sulawesi Utara.

Menurut penuturan Franco Alexander Kullit (20), yang juga atlet paralayang, hari itu seusai latihan, mereka mampir ke rumah Petra di Kalasey.

Rumahnya ini menjadi markas tim paralayang menyimpan peralatan mereka.

Franco saat ditemui di rumah duka mengingat-ingat, tak biasanya Petra menahan tim mengobrol sampai pukul 2 pagi.

Padahal mereka sudah sejak pagi latihan di Tetempangan Hill waktu itu.

"Kak Petra juga tak biasanya ajak saya tandem, saya bilang tak usah, saya bawa parasut saja. Tapi dia memintanya. Trus saya juga diajak main catur malam itu," kenang mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP Unsrat ini.

Petra sempat mengajak Franco untuk ikut turnamen di Palu. Namun Franco tak bisa ikut karena terbentur kuliah. Apalagi dia baru saja izin untuk ikut kejurnas.

Menurut keterangan Franco, jenazah akan tiba di Manado Selasa (02/10/2018) pagi pukul 09.00 Wita.

"Akan berangkat dengan Hercules. Saat ini katanya sudah ditangani oleh TNI AD," ujarnya. 

Petra Mandagi menjadi satu dalam tim penerbang paralayang dan X-Country dari Pulau Jawa, Jakarta, Surabaya, dan Makassar yang mengikuti ajang Festival Pesona Palu, Lamoni di Pantai Talise, Kota Palu

Sebelum gempa dan tsunami terjadi di Palu dan Donggala, Petra sempat mengabadikan dan mengunggah foto di akun Instagram pribadinya.

Petra mengabadikan pemandangan Sulawesi Tengah dari udara.

Foto tersebut diambil Petra saat dirinya tengah menunjukkan aksinya di udara.

Keindahan Palu begitu memanjakan mata dengan lautnya yang berwarna biru.

Tak hanya itu, Petra juga membagikan maps yang digunakannya untuk terbang.

"Task 3 Palu Nomoni XC Open Competition, after bad weather and task stop yesterday, I can reach goal today......! #paralayangsulut #gingliders #ginsprint3."

Petra merupakan 1 dari 34 atlet paralayang yang mengikuti parade terjun X-country 2018 di Festival Pesona Palu Mamoni yang digelar selama 3 hari di Palu, Sulawesi Tengah.

Petra merupakan adik dari Pingkan Mandagi salah satu atlet terjun payung andalan Indonesia.

Pingkan juga dikenal dikanca dunia, kembarang dari langit Manado ini menjadi contoh sang adik hingga bisa terus berprestasi.

Pingkan Mandagi, kakak dari Petra Mandagi kepada Tribunsumsel.com mengatakan, Petra terakhir kali berkomunikasi dengan istrinya pukul 17.31 WIB.

Dilansir dari tribunnews, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di situs resminya merilis hingga pukul 21.30 WIB telah terjadi 14 kali gempa dengan magnitudo di atas 5 di Sigi, Donggala, Palu, Sulteng. Guncangan pertama gempa magnitudo 5,9 pada pukul 14.00, Jumat (28/9/2018).

Pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer. Selanjutnya kembali diguncang susulan gempa 28 menit berselang dengan kekuatan 5 skala richter. Tak lama berselang, gempa lagi-lagi mengguncang.

Getaran semakin besar, membuat masyarakat panik dan berhamburan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Tepat pukul 17.02 WIB atau 18.02 WITA gempa dengan magnitudo terbesar terjadi di angka 7,7.

Beriring dengan itu peringatan dini tsunami dikeluarkan BMKG bagi masyarakat yang berada di sekitar Palu dan Donggala.

Parameter gempa yang tercatat oleh seismograf BMKG kemudian dimutakhirkan di angka 7,4 dan dinyatakan benar telah terjadi tsunami di pantai Pesisir Teluk Palu dan Pesisir Kabupaten Donggala dan sekitarnya.

Gempa yang menyebabkan gelombang tsunami ini sebenarnya sejak awal telah terprediksi. Gempa yang terjadi di Lombok sebelumnya menjadi penanda awal lantaran terdapat persamaan jalur patahan yang dilalui wilayah Lombok dan Palu.

Patahan yang dimaksud, yakni patahan Palu-Koro menyambung dengan patahan Australia bagian barat. Patahan ini melalui wilayah di antaranya Teluk Bone, Malili, Mangkutana, Palu, Selat Makassar dan Kalimantan Utara.

Yang menjadi persoalan terjadinya tsunami di Palu akibat terdapat dua patahan besar yang saling memotong. Yakni patahan Palu-Koro dan patahan Selat Makassar.

Patahan ini diumpakan seperti kendaraan harus jalan terus, kalau dia berhenti karena tertahan bisa jadi mengumpulkan energi besar. Patahan besar yang saling memotong ini antara Palu-Koro dan patahan Selat Makassar pun melepaskan energi besar, inilah yang menyebabkan gempa.

Energi besar ini menyebabkan air yang berada di laut dasar naik dan menarik air yang di permukaan menyebabkan tsunami akhirnya dengan kecepatan yang sangat kencang bahkan bisa seperti kecepatan pesawat.

Hal ini sebenarnya bisa dicegah jika sedari awal semua pihak saling terbuka dan mendorong pengetahuan ke hal yang lebih teknis dan teliti. Sebetulnya di Indonesia jalur gempa dan tsunami sudah kita tahu tapi sosialisasinya ke masyarakat kurang tepat, belum lagi banyaknya analisa yang menyesatkan.

Untuk wilayah Sulawesi, terdapat beberapa patahan yang juga saling memotong. Tetapi yang terbesar selain patahan Palu-Koro dengan patahan Selat Makassar, juga terdapat patahan Kolaka yang saling memotong dengan patahan Palu-Koro.

Ini potensi gempanya setiap lima tahun sekali tetapi kita bisa prediksi akan menjadi besar jika gempa hanya terjadi sekali dalam 10 tahun ke atas, harus diwaspadai. Patahan yang saling memotong ini terletak di jalur perairan Siwa, Palopo dan Toraja. (art/fin)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved