Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tabir Gelap Jelang 30 September, Terkuak Meski Catatan Sarwo Edhie dan Aidit Lenyap

Pada dini hari 12 Maret 1966, Letjen Soeharto langsung menandatangani Surat Keputusan No. 1/3/1966 tentang Pembubaran PKI...

Editor:

TRIBUNMANADO.CO.ID - Peristiwa penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan satu perwira menengah TNI-AD pada dini hari, 1 Oktober 1965, yang kemudian menjadi titik balik perubahan besar politik negeri ini, tak cukup mudah dipahami meski banyak buku, artikel, laporan, dan kesaksian telah dibuat.

Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang mengambil manfaat? Ibarat sebentuk gambar yang terdiri atas banyak potongan kertas, belum terbentuk gambar yang utuh. Celakanya, banyak kertas palsu atau rekayasa.

Buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang - Catatan Julius Pour (2010) ini mencoba menyusun kembali gambar berdasarkan kesaksian para tokoh penting di seputar peristiwa itu.

Mayong Suryo Laksono, saat masih menjadi wartawan Intisari, mencukil buku tersebut dan dimuat di Majalah Intisari, dengan judul asli Mencari Titik Terang dari Kelamnya Sejarah Indonesia.

Pada dini hari 12 Maret 1966, Letjen Soeharto langsung menandatangani Surat Keputusan No. 1/3/1966 tentang Pembubaran PKI.

Sejak itu, semua surat yang dikeluarkannya selalu dengan alinea pembuka "Atas Nama Presiden Sukarno"

Setelah berkonsolidasi dengan Panglima AU, AL, dan Angkatan Kepolisian, Letjen Soeharto melakukan pembersihan PKI.

Di pemerintahan, di organisasi, dan di kelompok-kelompok masyarakat.

Selain penangkapan dan penyidangan lewat Mahkamah Militer Luar Biasa, penyerbuan juga dilakukan mengingat masih ada senjata api yang dikuasai PKI.

Ujung tombak operasi pembasmian PKI adalah pasukan RPKAD di bawah Kolonel (Inf.) Sarwo Edhie Wibowo yang setahun sebelumnya membebaskan RRI dan Kantor Telekomunikasi, juga membebaskan Bandara Halim Perdanakusumah dari penguasaan G30S.

Sarwo Edhie Wibowo adalah bapak kandung Ny Ani Yudhoyono, yang merupakan istri Presiden Indonesia ke-VI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Operasi pembersihan PKI saat itu berlanjut ke Jawa Tengah dan Jawa Timur karena perlawanan masih ada.

Bahkan, Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Staf Letkol Sugiono menjadi korban penculikan kelompok perlawanan yang ternyata juga beranggotakan tentara.

Pertempuran tak terhindarkan. Bukan hanya melawan tentara pembelot, tetapi juga masyarakat sipil bersenjata, bahkan Gerwani yang melawan dengan penghinaan.

Tanpa ragu-ragu Sarwo Edhie menindak, bahkan dengan jalan kekerasan.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved