Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Eks Wapres Boediono Banyak Lupa: Dicecar Jaksa Soal Rapat Terbatas BDNI

Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7) kembali menggelar sidang lanjutan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam sidang mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (9/5/2014). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7) kembali menggelar sidang lanjutan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, sesuai agenda jaksa KPK akan menghadirkan dua saksi fakta ke persidangan.

"Hari ini untuk persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, JPU berencana menghadirkan dua saksi. Mereka ialah Boediono (mantan Wapres) dan Todung Mulya Lubis (Dubes Indonesia untuk Norwegia)," ujar Febri.

Dalam persidangan, majelis hakim mendahulukan pemeriksaan padaBoediono yang menggunakan kemeja putih dan celana bahan. Selepas makan siang, giliran Todung yang diperiksa.

Pantauan Tribun selama persidangan, Boediono banyak menjawab lupa dan tidak tahu ketika ditanya soal jaksa KPK maupun kubu pengacara terdakwa.

Sepanjang persidangan, Boediono juga ditanya soal adanya rapat terbatas yang membahas soal Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan utang tambang. Boediono membenarkan rapat terbatas tersebut digelar di Istana Negara.

Dalam rapat, dia juga menerima laporan dari terdakwa selaku ketua BPPN kala itu. "Iya benar ada (rapat terbatas)," singkat Boediono ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Boediono mengaku tidak ingat poin-poin yang dilaporkan Syafruddin mengenai masalah BDNI dan utang tambak. Bahkan Boediono juga tidak mengetahui ada tidaknya rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) sebelum rapat terbatas di Istana Negara.

"Waduh, ada begitu banyak pertemuan di luar resmi dan tidak ingat sama sekali," terang Boediono. Baik Boediono maupun Todung sebelumnya sudah pernah diperiksa sebagai saksi saat perkara Syafruddin masih di tingkat penyidikan.

Boediono diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Menteri Keuangan. Sedangkan Todung sebagai bagian dari tim hukum BPPN dan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Di sidang sebelumnya, sudah banyak saksi yang dihadirkan oleh penyidik demi menguatkan dakwaan mereka. Saksi-saksi tersebut diantaranya, Kwik Kian Gie, Herawati, Dorodjatun, Rizal Ramli, hingga para mantan pimpinan BPPN sebelum terdakwa.

Dalam perkara ini, terdakwa Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun. Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti (mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang sahan BDNI pada 2004.
Akui Rapat di Istana

Kendati demikian mantan Wapres Boediono mengakui hadir dalam Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara. Ratas tersebut menurut Boediono membahas soal permasalahan utang Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), dimana dirinya selaku mantan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK)

"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai mengurangi beban pada petambak karena memang ini fokusnya dan pengurangan beban ini saya kira baik, dan sisanya kalau tidak salah saya tidak ingat apakah itu dimunculkan atau tidak," kata Boediono.

Boediono melanjutkan ratas tersebut dihadiri oleh Ketua KKSK, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, serta Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved