Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Viral

Akhirnya Terungkap Tujuan Mengapa Suku Anak Dalam Jambi Adopsi Bilqis Bocah yang Diculik di Makassar

Setelah mendapatkan penjelasan, masyarakat adat SAD akhirnya memahami situasi sebenarnya dan dengan sukarela menyerahkan Bilqis tanpa paksaan apa pun.

Editor: Indry Panigoro
Kolase Tribun Manado/Tribun Timur/Ho
PENCULIKAN ANAK - Kolase foto wanita misterius menggunakan kaos berwarna hitam yang diduga merupakan pelaku penculikan anak tertangkap kamera pengawas atau CCTV di Jalan Pelita Raya, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel, Minggu (2/11/2025). Setelah mendapatkan penjelasan, masyarakat adat SAD akhirnya memahami situasi sebenarnya dan dengan sukarela menyerahkan Bilqis tanpa paksaan apa pun. 

Surat itu demi meyakinkan bahwa Bilqis diserahkan orang tua kandung secara sukarela.

Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Devi Sujana mengatakan surat palsu itu dibuat tersangka MA (42) yang menjual Bilqis ke Suku Anak Dalam.

MA dalam surat itu mengaku sebagai orang tua kandung Bilqis dan menyerahkan anaknya karena alasan ekonomi.

"Karena yang dari sana (suku anak dalam) itu, penerima itu, mereka mengira yang menjual dari sini itu adalah orang tua kandungnya. Jadi, MA ini membuat surat pernyataan yang seolah dari orang tua kandungnya, kalau dia tidak sanggup untuk memelihara anaknya sehingga diserahkan," ujar AKBP Devi Sujana kepada wartawan, Senin (10/11/2025).

Mengenal Suku Anak Dalam (SAD)

Suku Anak Dalam (SAD) dikenal sebagai kelompok masyarakat yang masih memegang teguh tradisi nenek moyang dan hidup berpindah di pedalaman hutan Jambi.

Meski kini sebagian mulai beradaptasi dengan kehidupan modern, banyak di antara mereka yang tetap mempertahankan adat istiadat dan cara hidup tradisional.

Melansir laman Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI, Suku Anak Dalam salah satu suku asli yang menghuni wilayah pedalaman Pulau Sumatera.

Masyarakat adat ini menjadi sebagai salah satu suku terasing sekaligus suku minoritas yang mendiami wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Terdapat beberapa sebutan lain bagi Suku Anak Dalam, seperti Suku Kubu, Orang Rimba, atau Orang Ulu.

Sebagai Orang Rimba, mereka dikenal sebagai penghuni hutan yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).

Suku Anak Dalam tersebar di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Batanghari.

Ada berbagai sumber yang menjelaskan asal-usul Suku Anak Dalam.

Dalam tradisi lisan disebutkan bahwa asal-usul nenek moyang Suku Anak Dalam berasal dari Maalau Sesat.

Nenek moyang mereka melakukan pelarian ke hutan rimba di Air Hitam, Taman Nasional Bukit 12. 

Orang Maalau Sesat yang lari tersebut kemudian disebut Moyang Segayo.

Ada juga yang pendapat yang menyebut bahwa bahwa Suku Anak Dalam berasal dari Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi.

Pendapat ini diperkuat dengan kesamaan bahasa dan tradisi antara Suku Anak Dalam dengan Minangkabau, seperti sistem kekerabatan matrilineal yang ternyata juga dianut oleh suku ini.

Masyarakat adat ini dikenal primitif karena sebagian masih bertahan dengan tradisi lama, walaupun saat ini sebagian masyarakatnya telah tersentuh teknologi.

Mereka juga hidup secara berpindah-pindah atau nomaden di kawasan hutan-hutan belantara tersebut.

Kehidupan sehari-harinya diatur dengan aturan, norma, dan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budaya mereka.

Selain itu, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, mulai dari Temenggung, Depati, Mangku, Menti, dan Jenang.

Suku Anak Dalam menggunakan beberapa kosakata sebagai cara untuk bertutur.

Kosakata yang digunakan berupa kosakata tradisi, kosakata pengambilan makanan, kosakata azimat, dan kearifan lokal.

Suku Anak Dalam juga dikenal menganut kepercayaan animisme, walau ada juga yang telah memeluk agama Islam.

Msyarakat Suku Anak Dalam hidup di dalam sudung-sudung, yaitu sebuah pondok dengan alasan pelepah sawit dan terpal plastik.

Keseharian mereka sangat bergantung pada alam, dengan berburu hewan liar di hutan, mencari buah-buahan seperti buah rotan, jernang, damar, manau, jelutung, sialang, hingga jenis-jenis makanan dan hasil hutan lainnya.

(*/Tribun-medan.com)

Sumber: Kompas.com

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: TribunMedan.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved