Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Guru

Akhirnya Terungkap Awal Mula Guru di Luwu Dipecat Jelang Pensiun, Padahal Niat Membantu

Abdul Muis resmi diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah keluarnya putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap.

Editor: Alpen Martinus
Kolase/Kompas/ Muh. Amran Amir
GURU- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan dipecat gegara dituduh pungli, padahal uang iuran dipakai untuk bayar gaji guru honorer. 
Ringkasan Berita:1.Abdul Muis resmi diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
 
2.Ia menegaskan, dana yang dikelolanya bukanlah hasil pungutan sepihak, melainkan kesepakatan bersama seluruh pihak yang terlibat dalam rapat komite sekolah.
 
3.Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Apes dialami oleh seorang guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Indonesia.

Jelang masa pensiunnya, ia justru terjerat masalah hukum.

Padahal niatnya bait untuk membantu guru honorer di sekolahnya.

Baca juga: Ini Tugas Tambahan Baru Guru, Sudah Ada di Kebijakan Mendikdasmen

Guru tersebut bernama Abdul Muis, guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara.

Saat kejadian tersebut, delapan bulan lagi ia akan pensiun sebagai ASN.

Pensiun atau purnatugas adalah seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan, ataupun atas permintaan sendiri (pensiun muda).

Seseorang yang pensiun biasanya hak atas dana pensiun atau pesangon.

Jika mendapat pensiun, maka ia tetap dana pensiun sampai meninggal dunia.

Setelah puluhan tahun mengabdi di dunia pendidikan, kariernya berakhir dengan pemecatan.

Abdul Muis resmi diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.

Mengutip laporan Kompas.com, Senin (10/11/2025), keputusan itu tertuang dalam putusan MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tertanggal 26 September 2023.

Putusan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD, yang menyatakan pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.

Kasus yang menjerat Abdul Muis berawal dari tahun 2018, ketika ia dipercaya menjadi bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 1 Luwu Utara.

Penunjukan itu merupakan hasil keputusan bersama antara para orang tua siswa dan pengurus komite sekolah.

Sebagai bendahara, Muis bertugas mengelola dana sumbangan sukarela dari para orang tua siswa.

“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” ujar Abdul Muis kepada Kompas.com saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025).

Ia menegaskan, dana yang dikelolanya bukanlah hasil pungutan sepihak, melainkan kesepakatan bersama seluruh pihak yang terlibat dalam rapat komite sekolah.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya.

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah. 

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Sekolah pun harus mencari guru honor baru.

Namun, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.

Awal Mula Kasus: “Anak LSM Datang ke Rumah”

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara. 

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah.

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

 “Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.

 “Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.

Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah.

Sebagian ia gunakan membantu guru honor.

(TribunNewsmaker/TribunSumsel)

Artikel ini telah tayang di TribunNewsmaker.com 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Threads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: TribunNewsmaker
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved