Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Guru

Akhirnya Terungkap Awal Mula Guru di Luwu Dipecat Jelang Pensiun, Padahal Niat Membantu

Abdul Muis resmi diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah keluarnya putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap.

Editor: Alpen Martinus
Kolase/Kompas/ Muh. Amran Amir
GURU- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan dipecat gegara dituduh pungli, padahal uang iuran dipakai untuk bayar gaji guru honorer. 

“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” ujar Abdul Muis kepada Kompas.com saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025).

Ia menegaskan, dana yang dikelolanya bukanlah hasil pungutan sepihak, melainkan kesepakatan bersama seluruh pihak yang terlibat dalam rapat komite sekolah.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya.

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah. 

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Sekolah pun harus mencari guru honor baru.

Namun, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.

Awal Mula Kasus: “Anak LSM Datang ke Rumah”

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Sumber: TribunNewsmaker
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved