Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Demo Ricuh

Tanggapi Demo, Praktisi Hukum: Peryataan Makar dari Presiden Harus Dibuktikan

Harus dibuktikan dengan bukti hukum yang jelas. Negara punya instrumen lengkap untuk mengungkap aktor-aktor di balik makar atau terorisme

Editor: David_Kusuma
Dokumentasi Tribun Manado
Praktisi Hukum Vebry Tri Haryadi 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, mengeluarkan pernyataan tegas usai bertemu dengan seluruh ketua partai politik di Istana Negara, Jakarta, Minggu (31/8/2025).

Dalam peryataan berdurasi sekitar 13 menit itu, Presiden menyebut aksi demonstrasi yang marak terjadi di Indonesia bisa dikategorikan sebagai makar dan bahkan berindikasi terorisme.

Peryataan ini ditanggapi Praktisi hukum Vebry Tri Haryadi, yang menilai ucapan Presiden tidak boleh sekadar klaim, apalagi diucapkan oleh Panglima tertinggi bangsa.

“Menurut saya, sebagai praktisi hukum, tentu statement Presiden ada dasar. Tapi jika itu benar, maka harus dibuktikan dengan bukti hukum yang jelas. Negara punya instrumen lengkap untuk mengungkap aktor-aktor di balik makar atau terorisme yang disebut Presiden,” kata Vebry, Selasa (2/09/2025).

Vebry mengingatkan, jika ucapan Presiden tidak diikuti langkah hukum konkret, maka pernyataan itu justru bisa memperburuk keadaan.

“Jangan hanya menyebut tanpa tindakan hukum. Kalau tidak bisa dibuktikan, ini akan jadi preseden buruk. Malah bisa membawa Indonesia kembali ke masa Orde Baru, di mana rakyat dikekang dengan pengerahan alat negara tanpa proses peradilan,” tegasnya.

Menurutnya, gelombang unjuk rasa yang kini terjadi tak lain adalah bentuk kekecewaan rakyat terhadap para wakilnya di Senayan yang lebih sibuk bermain di meja oligarki ketimbang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

Presiden RI Prabowo Subianto didampingi sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara dan partai politik memberikan keterangan pers terkait perkembangan situasi paska kerusuhan di sejumlah wilayah di Indonesia, di Istana Kepresidenan, Jakarta (31 Agustus 2025).
Presiden RI Prabowo Subianto didampingi sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara dan partai politik memberikan keterangan pers terkait perkembangan situasi paska kerusuhan di sejumlah wilayah di Indonesia, di Istana Kepresidenan, Jakarta (31 Agustus 2025). (Tribunnews/HO/BPMI Setpres)

“Yang terjadi hari ini adalah kekecewaan masyarakat terhadap elite politik yang cenderung oligarki. Sejarah membuktikan, setiap kali rakyat diberatkan dengan kenaikan pajak dan beban hidup, maka selalu ada perlawanan,” ujarnya.

Ia menyebut, jika pemerintah terus menutup telinga, jangan salahkan rakyat ketika turun ke jalan. “Itu konsekuensi logis dari mandat yang dikhianati,” tambahnya.

Kritik Parpol

Lebih jauh, Advokat Scripta Diantara Law Office itu menyoroti langkah partai politik yang "sibuk" menonaktifkan legislatornya di Senayan sebagai respons atas gejolak saat ini.

“Ini (penonaktifan) itu bukan solusi. Justru ini bukti partai kita tidak sehat. Mereka hanya sibuk menjaga kursi kekuasaan, bukan membela rakyat. Yang gagal di sini jelas partai politik dan DPR,” ujar Vebry.

Menurutnya, yang harus dilakukan adalah komitmen nyata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. “Ubah wajah politik kita, jadikan hukum sebagai panglima, dan berhenti menjadikan kursi rakyat sebagai singgasana oligarki,” tegasnya.

Dalam penutupnya, Vebry menyindir perilaku para elite yang justru sibuk mencari panggung di tengah penderitaan rakyat.

“Produk UU perampasan aset harus dijalankan serius untuk memerangi korupsi. Para menteri harus bekerja sesuai sumpah jabatan, bukan malah menari-nari ketika rakyat menangis karena pajak naik, harga sembako melambung, dan lingkungan dirusak tambang. Jangan sampai rakyat yang lapar harus menonton pejabat joget-joget di layar televisi, itu lebih mirip sirkus daripada pemerintahan,” pungkasnya. (vid)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved