TRIBUNMANADO.CO.ID - Harga beras di berbagai daerah terus menanjak, membuat warga kian terjepit.
Alih-alih mereda, harga kebutuhan pokok ini justru merangkak naik meski pemerintah sudah melakukan intervensi di pasar.
Pengamat Pertanian, Khudori, menilai klaim pemerintah soal turunnya harga beras di ritel modern tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Baca juga: Peringatan Dini Cuaca di Sulut Siang Ini Kamis 21 Agustus 2025, Info BMKG Daerah Potensi Hujan
Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren kenaikan yang jelas.
Pada pekan kedua Agustus 2025, rata-rata harga beras medium di Zona I tembus Rp 14.012 per kilogram (kg) dan premium Rp 15.435 per kg.
Angka ini naik dibanding Juli 2025 yang masing-masing Rp 13.853 per kg (medium) dan Rp 15.310 per kg (premium).
Keduanya juga sudah melewati Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Kondisi serupa terjadi di Zona II. Harga beras medium kini menyentuh Rp 14.875 per kg, sementara beras premium Rp 16.625 per kg.
Padahal sebulan sebelumnya harga medium di zona ini Rp 14.666 per kg dan premium Rp 16.458 per kg.
Menurut Khudori, ada tiga faktor utama yang membuat harga beras sulit turun: keterbatasan pasokan gabah di tingkat petani, tingginya biaya distribusi, serta ketergantungan pada stok Bulog yang belum sepenuhnya mampu mengimbangi kebutuhan pasar.
Pertama, operasi pasar alias Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Perik Bulog berjalan lamban. Dari 14 Juli - 19 Agustus 2025, Bulog baru menyalurkan 44.813 ton beras SPHP, rata-rata hanya 1.211 ton per hari.
Jumlah itu terlalu kecil untuk menekan harga di tengah pasar yang sedang “lapar” beras.
“Operasi pasar SPHP belum efektif. Sejak disalurkan kembali mulai 14 Juli lalu, Bulog baru mengalirkan 226.005 ton beras SPHP. Itu hitungan sampai 19 Agustus 2025,” ujar Khudori kepada Kompas.com, Kamis (21/8/2025).
Kedua, Bulog masih agresif menyerap gabah dari petani lewat skema maklun.
Dengan posisi sebagai mitra dominan, Bulog hampir selalu menang dalam perebutan gabah, meskipun harga sudah tinggi hingga Rp 8.000 per kilogram.
Akibatnya, harga gabah semakin melambung.
Padahal, secara teori, Bulog semestinya hanya turun tangan bila harga jatuh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kg.
Ketiga, produksi beras nasional memang tengah turun mengikuti pola musiman.
Data Kerangka Sampel Area BPS menunjukkan surplus beras pada Juli, Agustus, dan September masing-masing hanya 0,22 juta ton, 0,48 juta ton, dan 0,56 juta ton.
Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan Maret dan April yang mencapai 2,64 juta ton. Dengan suplai yang menipis, persaingan membeli gabah kian sengit.
“Surplus produksi menurun. Ini terkait pola produksi padi yang musiman. Seperti pola puluhan tahun lalu, produksi di musim gadu (Juni-September) mulai menurun. Produksi lebih rendah dari musim panen raya (Februari-Mei),” paparnya.
“Ujung dari tiga kondisi di atas, harga gabah di pasar akan tetap tinggi. Ketika harga gabah tinggi, harga beras juga akan tetap tinggi. Tiga penyebab ini saling terkait dan saling memperkuat,” beber Khudori.
Pemerintah Harus Ambil Langkah
Untuk meredakan lonjakan harga, pemerintah perlu mengambil langkah berani.
Pertama, relaksasi penyaluran SPHP agar beras mengalir deras ke pasar, dengan pengawasan ketat untuk mencegah penyelewengan.
Kedua, menghentikan penyerapan Bulog melalui skema maklun dan mengalihkan fokus ke penyaluran stok yang kini menumpuk hingga 4 juta ton di gudang Bulog.
Ketiga, menarik Satgas Pangan dari peran sebagai “polisi ekonomi” karena justru menimbulkan ketidakpastian usaha dan memicu sinyal palsu di pasar.
Selain itu, pemerintah juga didesak menyesuaikan kembali HET beras.
Menurutnya, akar dari kisruh perberasan adalah ketidakcocokan antara HPP gabah yang sudah naik dengan HET beras yang tetap ditekan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini