TRIBUNMANADO.COM - Setya Novanto akhirnya menghirup udara bebas.
Terpidana kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP ini dinyatakan bebas menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia.
Ia keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025).
Lapas Sukamiskin memang lapas yang diperuntukkan khusus bagi koruptor, terutama yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hukuman mantan Ketua DPR RI ini sudah disunat Mahkamah Agung berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK).
Keputusan tersebut dibacakan pada Rabu (4/6/2025).
Novanto yang tadinya divonis 15 tahun penjara menjadi 12 tahun 6 bulan.
“Iya, karena sudah melalui proses asesmen dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya (bebas bersyarat) tanggal 25 yang lalu,” kata Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto di Istana Negara, Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Beberapa Kali Dapat Remisi
Setya Novanto ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertama kali 19 November 2017.
Setelah dipotong remisi dan lainnya, Setya Novanto disebut telah menjalani 2/3 masa hukuman hingga akhirnya bisa bebas bersyarat.
Bebas bersyarat adalah pembebasan seorang narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebelum masa hukumannya selesai.
Tercatat Novanto beberapa kali mendapatkan remisi. Di antaranya remisi pada Idul Fitri 2023, 2024 dan 2025.
Kemudian pada peringatan HUT ke-78 RI, Novanto juga mendapat potongan hukuman 90 hari pada Agustus 2023.
Perjalanan Kasus Setya Novanto
Kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto berawal dari nyanyian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin saat itu mengungkap adanya aliran uang korupsi proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR, termasuk Setya Novanto yang diduga kecipratan uang senilai 2,6 juta dollar AS.
Keterlibatan Setya Novanto dalam kasus ini menguat setelah namanya disebut dalam sidang.
Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sementara sisanya, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, KPK pun menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.
Tak terima ditetapkan menjadi tersangka, Setya Novanto lantas melakukan upaya perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada 29 September 2017 hakim mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto dan menyatakan penetapan tersangka Novanto tidak sah karena tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
KPK pun tak patah arang dan terus mengusut kasus Novanto serta kembali menetapkannya sebagai tersangka.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Makna Tabola Bale, Lagu Timur yang Guncang Istana hingga Bikin Prabowo Berjoget
Baca juga: Akhirnya Terungkap Makna Tabola Bale, Lagu Timur yang Guncang Istana hingga Bikin Prabowo Berjoget
Novanto tak tinggal diam, ia kemudian kembali mengajukan praperadilan pada 10 November 2017.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI tak pernah memenuhi panggilan KPK dengan berbagai alasan , mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.
Hingga akhirnya KPK pun mendatangi kediaman Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 15 November 2017.
Namun, upaya paksa KPK saat itu tidak berhasil membawa Setya Novanto.
Drama Kecelakaan Hingga Aksi di Sidang Perdana
Pada 17 November 2017, Setya Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan.
Mobil yang ditumpanginya saat itu menabrak menabrak tiang lampu.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun dilarikan ke rumah sakit yang tak lain adalah RS Medika Permata Hijau.
Drama pun kembali muncul, di mana saat itu pengacara membuat pernyataan bila kepala Setya Novanto mengalami benjolan sebesar bakpao.
Akibat drama tersebut, akhirnya sang pengacara Fredrich Yunadi dijatuhi hukum terkait kasus peritangan penyidikan.
Setelah itu, KPK pun menjemput Setya Novanto dari Rumah Sakit, kemudian mengantarnya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan karena mengalami luka-luka saat kecelakaan.
Selanjutnya, Setya Novanto ditahan KPK pada 19 November 2017.
Saat menjalani sidang perdana pada 13 Desember 2017, Setya Novanto kembali membuat drama.
Saat itu ia tidak mau berbicara sama sekali dan memperlihatkan raut orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat.
Padahal hasil pemeriksaan dokter, Setya Novanto dinyatakan sehat dan bisa menjalani persidangan.
Upaya tersebut diduga dalam rangka mengulur waktu karena pada waktu bersamaan PN Jakarta Selatan membacakan putusan praperadilan yang diajukan Setya Novanto.
Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Setya Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Setya Novanto selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Selanjutnya Setya Novanto melakukan perlawanan hukum.
Melalui kuasa hukumnya, Novanto mengajukan Peninjauan Kembali pada Rabu (28/8/2019).
Perkara tersebut diregistrasi Mahkamah Agung pada 6 Januari 2020 selanjutnya Permohonan PK didistribusikan ke majelis hakim pada 27 Januari 2020.
Permohonan PK tersebut diputus dalam waktu yang lama kurang lebih 1.956 hari.
Mahkamah Agung mengabulkan PK Setya Novanto.
Perkara nomor: 32 PK/Pid.Sus/2020 yang diajukan Setya Novanto diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Surya Jaya dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Panitera Pengganti Wendy Pratama Putra. Putusan dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025.
Dengan putusan PK tersebut Setya Novanto dihukum lebih ringan dari vonis, yakni menjadi 12 tahun dan 6 bulan dari yang semula 15 tahun penjara.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perjalanan Kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto Hingga Bebas Bersyarat Jelang HUT RI, Diwarnai Drama.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.