TRIBUNMANADO.CO.ID - Begini cara yang dilakukan dalam proses memindahkan waruga.
Waruga merupakan makam batu yang banyak ditemukan di wilayah Sulawesi Utara.
Masyarakat Minahasa sering menyebut waruga sebagai makam leluhur.
Waruga digunakan oleh masyarakat Minahasa kuno sebagai tempat pemakaman.
Salah satu daerah yang banyak ditemukan waruga yaitu di Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.
Tepatnya di Desa Wisata dan Adat Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Minut.
Ada enam titik lokasi waruga di Desa Tumaluntung.
Hal ini menjadikannya salah satu tempat yang paling dikenal di Bumi Tonsea terkait situs budaya tersebut.
Setiap lokasi menyimpan sejumlah waruga, dengan usia yang diperkirakan telah mencapai puluhan hingga ratusan tahun.
Salah satu kompleks waruga berada di Jaga X Wanua Tumaluntung, dikenal sebagai Kompleks Waruga Dotu Rotty.
Lokasi ini dapat diakses dengan kendaraan bermotor, dan hanya berjarak sekitar 5 hingga 8 menit dari Gerbang Tol Airmadidi.
Pada Jumat (25/7/2025), berlangsung prosesi adat pemindahan lima waruga dari lahan milik warga ke kompleks Waruga Dotu Rotty.
Jarak antara lokasi awal dan tempat pemindahan hanya sekitar 10 hingga 15 meter.
Tribunmanado.co.id berkesempatan mewawancarai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Tumaluntung sekaligus Pemerhati Budaya, Refly Inaray, yang turut terlibat langsung dalam proses pemindahan tersebut.
Proses ini juga melibatkan Pemerintah Desa, Lembaga Adat setempat, serta Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Utara-Gorontalo (Sulutgo).
Tradisi adat dijalankan sebelum proses pemindahan berlangsung.
Dalam wawancara tersebut, Refly mengungkapkan sisi lain dari proses pemindahan waruga yang sarat nilai budaya.
Salah satunya adalah praktik masyarakat yang "berbicara" atau membisikkan kata-kata kepada waruga sebelum dipindahkan.
"Hal itu tidak salah juga, sebagai penggiat dan pemerhati budaya melihat itu bagian dari budaya dan tradisi di tengah masyarakat adat yang meminta kepada leluhur dan itu kebiasaan akan berlaku terus, tidak ditinggalkan," cerita Refly.
Ada pula warga yang membawa sesajen ke lokasi sebagai bagian dari adat istiadat Minahasa.
Pemindahan waruga pun tidak dilakukan sembarangan.
Masyarakat diberi pesan agar melakukannya dengan hati-hati.
Hingga ada yang berpesan dan menyampaikan 'tolong ator akang bae-bae'.
Menurut Refly, hal tersebut merupakan bagian dari tradisi turun-temurun. Pemindahan harus dilakukan dengan menjaga keutuhan waruga agar tidak rusak dan makna budayanya tidak hilang.
Satu hal menarik yang dijaga dalam proses ini adalah posisi waruga—baik sebelum maupun setelah dipindahkan—harus tetap sama.
"Seperti kata orang tua dulu atau leluhur, kembalikan seperti semula," tambahnya.
Dalam proses pemindahan, alat-alat tradisional seperti bambu atau bulu digunakan.
Alat berat tidak boleh digunakan karena berisiko merusak waruga.
Haram hukumnya, jika menggunakan alat berat atau mesin karena bisa merusak Waruga tersebut.
Jika bentuk waruga besar, maka akan ditambah jumlah orang untuk mengangkat, tetapi tetap menggunakan metode tradisional.
Biasanya waruga terdiri dari dua bagian: bagian atas berbentuk setigi (penutup) dan bagian bawah menyerupai persegi panjang.
Sebelum pemindahan, dilaksanakan upacara adat meminta izin kepada leluhur, yang dalam bahasa Tonsea disebut Manginao.
Tradisi ini diyakini dapat mempermudah proses pemindahan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Proses ini juga didahului dengan izin resmi kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya, dengan tembusan ke pemerintah desa dan koordinasi dengan lembaga adat serta pemerhati budaya.
Menurut Refly, pemindahan waruga merupakan bagian dari pelestarian budaya yang diwariskan secara turun-temurun.
"Agar tidak rusak, tidak dijali orang ambil barang peninggalan di dalam Waruga. Kami bersama berbagai pihak menjaga dan melindungi Waruga," kata dia.
Ia juga menambahkan bahwa pada tahun 2011 lalu, pihaknya pernah melakukan penataan waruga di Kompleks Waruga Dotu Rotty bersama komunitas budaya lainnya.
Tentang Waruga
Waruga merupakan peninggalan budaya megalith yang berlangsung sejak tahun 1500 SM.
Fungsinya sebagai kuburan. Mirip sarkofafus.
Yang unik, jasad manusia dikubur dalam posisi jongkok di atas tanah dalam sebuah bangunan mirip rumah.
Posisi jasad itu, dalam filosofi Minahasa, diibaratkan mirip bayi dalam kandungan ibunya.
Isi waruga tak hanya jasad, tapi juga barang berharganya selama hidup.
(TribunManado.co.id/Crz)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.